Batam, prolkn.id- Menyoroti lahan yang tumpang tindih akhirnya kepala BP Batam angkat bicara, yang sekian lama tak terselesaikan, seperti Sejumlah permasalahan terkait lahan di Kota Batam akhir- akhir ini mencuat kepermukaan. Mulai dari masalah pelayanan perizinan, tumpang tindih, hingga sejumlah lahan yang tak kunjung dibangun. Rudi selaku kepala BP Batam dan walikota Batam membeberkan kepada media saat mengelar konferensi pers di gedung BP Batam pada Selasa sekira pukul 11:30 WIB(27/04/21)
Dalam penjelasannya, Rudi menerangkan sejumlah tindakan yang harus dilakukan untuk menyelesaikan terkait lahan di Kota Batam.
Menanggapi hal tersebut. BP Batam melalui bidang Humas dan Promosi menggelar jumpa pers di Gedung Marketing Center BP Batam, dengan narasumber Kepala BP Batam, Muhammad Rudi.
Salah satunya terkait lahan yang sudah dialokasikan. Namun tak kunjung dibangun. Dimana, sebelumnya BP Batam mengatakan akan menarik alokasi lahan yang tidak kunjung dibangun.
“Berkas alokasi lahan sudah diberikan dengan lengkap. Kita tidak segampang itu untuk menarik, meskipun mereka melanggar perjanjian alokasi lahan dengan BP Batam,” kata Rudi.
Rudi pun mengingatkan supaya kedepan hati-hati betul menerima permohonan alokasi lahan.
“Jika semua yang meminta lahan punya niat yang baik dan iklas. Maka Batam ini akan maju dalam waktu 5 tahun. Kenapa saya berani katakan 5 tahun, karena yang mengajukan lahan banyak sekali. Maksud saya, kalau semua yang mengajukan hari ini semua dibangun, akan kota Metro ini,” terang Rudi.
Lanjut Rudi, soal lahan yang tak kunjung dibangun oleh penguasa lahan. Pihaknya mengaku akan melakukan langkah prioritas.
Dihari yang sama rombongan Gakum DLHK kepri, melakukan sidak disalah satu Lokasi lahan kampung Bukit Belian tua milik developer (G) yang telah melakukan penimbunan laut dan pemotongan bukit untuk dijadikan jalan keluar masuk perumahan miliknya.
“Arie merupakan komandan Gakum DLHK Kepri menjelaskan kepada media atas prosedur pengajuan alokasi atas reklamasi dan Cut and fill serta hutan lindung, ujarnya
Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Pada dasarnya kegiatan pembangunan jalan tidak diijinkan apabila melintasi kawasan konservasi. Itu berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya.
Pada pasal 35 ayat 1yang berbunyi, Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi zona pemanfaatan dan zona lain dari taman
nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam
pasal 35 ayat 3 yang berbunyi, Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat
mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam.
“Arie menjelaskan, Selain mengacu pada peta kawasan hutan, rencana pembangunan atau peningkatan jalan juga harus mengacu kepada Instruksi Presiden (Inpres) No.10/2011 tentang Penundaan Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut atau lebih dikenal sebagai Moratorium, yang dituangkan ke dalam Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru (PIPIB). Pungkasnya
(Iwan Fajar)