
Rahmat, tokoh masyarakat Pulau Buluh, mulai geram dengan akal busuk PT indotirta suaka yang bertindak semena mena dengan masyarakat pulau buluh, pasalnya lahan kebun mereka diserobot oleh pihak PT Indotirta Suaka ( pulau bulan)
Rahmat menceritakan kronologis, diawali 15 tahun yang silam PT Indotirta Suaka, anak perusahaan kelompok Salim, milik konglomerat Sudono Salim, membuka peternakan babi, ayam, dan buaya di Pulau Bulan, Kepulauan Riau, Provinsi Riau. Pulau seluas 38,9 kilometer persegi itu kemudian dipadati oleh 380 ribu ekor babi serta puluhan ribu ayam dan buaya.

Namun saat ini hanya tinggal babi saja dan perlu diketahui waktu sosialisasi kepada masyarakat limbah kotoran babi diolah menjadi pupuk( organik) namun kenyataannya limbah kotoran babi dibiarkan saja sehingga menebar aroma kurang sedap disekitar pulau bulan seperti antara lain Pulau Buluh, Bulanglintang, Bulangkebam, Pulau Air, Pulau Labu, Seraya, Temoyong, Selatnenek, Cenkoi, Terong, Pecung, Jaloh, dan Pulau Kasu.
Lain hal dengan dengan ketua persatuan anak tempatan ( PESAT) Bambang Irawan, Sebanyak 4.177 warga di sekitar Pulau Bulan sangat terganggu dengan aktivitas yang dilakukan oleh PT. Indotirta Suaka yang secara arogan menutup akses masyarakat disekitar pulau bulan untuk tidak boleh memasuki area
Lanjutnya, coba bayangkan sejak jaman dahulu turun menurun kami cari kayu dan berkebun di sana , masak kami tidak boleh masuk di kebun kita sendiri dengan alasan pulau bulan sudah bersertifikat Hak Guna Usaha ( HGU) makanya kami mengajukan protes. Surat protes dan permintaan ganti rugi sudah diajukan ke Indotirta. Namun, pihak perusahaan bergeming.malah melaporkan kami ke Polresta Barelang
Bambang mengatakan, waktu beberapa tahun yang lalu, kita masih ingat, kala itu pihak perusahaan mendirikan usahanya tanpa dilengkapi analisis mengenai dampak lingkungan (amdal). Bahkan, menurut hasil analisis petugas Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Otorita Batam, Maret lalu, perusahaan tersebut melakukan pengelolaan limbahnya dengan cara yang sederhana saja, yakni dengan diendapkan.
“Kami dulu mengambil air tawar di Pulau Bulan, tapi semenjak ada PT indotirta Suaka air yang dulu nya jernih saat ini agak kecoklatan dan berbau busuk ” kata Bambang. Kini, warga pulau di sekitar Pulau Bulan terpaksa membeli air tawar seharga Rp 5.000 per drum untuk keperluan sehari-hari. Pungkasnya