Jakarta, ProLKN.id – Pemerintah Republik Indonesia (RI) belakangan ini sedang gencar-gencarnya untuk menambahkan pendapatan negara dari objek baru dalam bentuk cukai.
Sejumlah objek barang pun kini sudah dibahas dan masuk dalam tahap prakajian bakal kena cukai, salah satu barang yang sudah masuk dalam prakajian pengenaan cukai ialah tiket konser musik.
Direktur Teknis dan Fasilitas DJBC (Direktorat Jenderal Bea dan Cukai), Iyan Rubiyanto mengatakan, wacana pengenaan cukai untuk tiket konser muncul seiring dengan melihat tingginya antusiasme masyarakat terhadap pergelaran konser yang semakin masif pelaksanaannya. Adapun salah satu teori terkait pengenaan cukai ialah terkait “pajak kenikmatan.”
|Baca Juga: Pengawasan Bea Cukai kurang maksimal banyak Rokok non cukai bebas beredar di Batam
Dilansir dari kompas.com, pungutan itu merupakan kompensasi atas tingkat kenyamanan atau kenikmatan yang diterima konsumen.
“Ini tiket hiburan, ini sampai sold out, sampai ada konser di Singapura, dan itu dibeli. Dan masyarakat Indonesia saya kira kaya-kaya,” tutur Iyan, dalam Kuliah Umum Menggali Potensi Cukai di STAN, dikutip Rabu (24/07/2024).
Selain itu, Iyan mengatakan pihaknya juga mempertimbangkan untuk mengkaji smartphone akan dikenakan cukai. Namun, wacana ini masih menimbulkan perdebatan sebab belum ditentukan kriteria pengenaannya. Barang lain yang juga masuk dalam prakajian pengenaan cukai ialah deterjen. Iyan menyebutkan, pertimbangan dikenakannya cukai terhadap deterjen ialah dampak kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dari residu deterjen yang dialirkan ke saluran pembuangan.
“Pernah terpikir enggak, dialirkan di mana? Ikan di selokan dulu banyak banget, sekarang udah enggak ada lagi,” katanya.
Barang-barang lain yang juga masuk daftar prakajian pengenaan cukai ialah rumah, makanan cepat saji atau fast food, MSG, serta batu bara. Upaya ekstensifikasi dilakukan oleh DJBC dengan melihat masih sedikitnya barang yang dikenakan cukai.
Saat ini, baru tiga barang yang dikenakan cukai, yakni etil alkohol, minuman mengandung etil alkohol, dan hasil tembakau. Indonesia pun menjadi negara dengan jumlah barang yang dikenakan cukai paling rendah di antara negara ASEAN.
|Baca Juga: Bea Cukai Tanjung Balai Karimun musnahkan barang bukti hasil sitaan senilai Rp 42 Miliar
Tercatat Malaysia dan Singapura sudah mengenakan cukai terhadap empat barang, sedangkan Filipina sudah mengenakan terhadap delapan barang, bahkan Thailand sudah mengenakan cukai terhadap 21 barang.
“Kalau kita lihat, di antara negara-negara (ASEAN) yang paling kecil ya Indonesia yang sudah menerapkan cukai,” ucapnya.
Menyikapi hal tersebut sontak publik dan netizen mengkriktik di media sosial, salah satunya adalah Ary Prasetyo seorang pegiat Media Sosial yang memberikan sindirannya dengan pedas dan menohok.

“Sekalian Saja Bernafas Juga Di usulkan Kena pajak,” ujar Ary dengan lugas, saat dikutip ProLKN.id dari instagram yang diposting di @soppenginfo Jumat (26/07/2024), lalu.
Diwaktu yang berbeda Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai DJBC, Nirwala Dwi Heriyanto mengatakan, barang atau objek yang masuk dalam daftar pra kajian cukai masih bersifat usulan yang disampaikan oleh berbagai pihak.
“Sifat kebijakan ekstensifikasi tersebut masih usulan-usulan dari berbagai pihak, belum masuk kajian, dan juga dalam rangka untuk mendapatkan masukan dari kalangan akademisi,” ucapnya pada awak media, Rabu (24/07/2024).
Saat ini publik sedang ramai membahas dan mengkritik di media sosial atas rencana pemerintah untuk menaikan beberapa objek barang yang terkena cukai diantaranya: plastik, minuman bergula dalam kemasaan dan bahan bakar minyak (BBM).
Sementara itu objek yang masih dalam tahap prakajian antara lain yaitu: fast food, tissue, MSG, batu bara, tiket konser dan deterjen.
Lebih lanjut Nirwala menjelaskan, pada dasarnya kriteria barang yang dikenakan cukai ialah barang yang mempunyai sifat atau karakteristik konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup, atau pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.
|Baca Juga: TAPERA membuat beban buruh semakin berat
Hal itu sebagaimana diatur oleh Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai.
“Hingga saat ini, barang yang dikenakan cukai baru ada tiga jenis, yaitu etil alkohol atau etanol, minuman yang mengandung etil alkohol, dan hasil tembakau,” kata Nirwala.
Adapun terkait wacana optimalisasi penerimaan negara melalui ekstensifikasi objek cukai, Nirwala bilang, penetapan suatu barang yang akan ditetapkan menjadi barang kena cukai membutuhkan proses yang sangat panjang dan melalui banyak tahap, termasuk mendengarkan aspirasi masyarakat.
“Prosesnya dimulai dari penyampaian rencana ekstensifikasi cukai ke DPR, penentuan target penerimaan dalam RAPBN bersama DPR, dan penyusunan peraturan pemerintah sebagai payung hukum pengaturan ekstensifikasi tersebut,” pungkasnya. (*/red)