ProLKN.id – Masjid Istiqlal merupakan salah satu masjid terbesar di Asia Tenggara bangunan Masjid Istiqlal berdiri diatas tanah seluas 98.247 meter persegi dengan luas bangunan hingga 24.20 meter persegi serta dapat menampung sekitar 120.000 jemaah yang terletak di Jl. Taman Wijaya Kusuma, Ps. Baru, Kecamatan Sawah Besar, Kota Jakarta Pusat.
Masjid ini juga dinilai memiliki berbagai nilai penting, contohnya seperti ilmu pengetahuan, pendidikan, dan keagamaan.
Setelah kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, cita cita besar untuk membangun sebuah masjid yang dapat menjadi sebuah tempat kebanggan warga Jakarta sekaligus tempat untuk beribadah sudah mengendap di hati warga Indonesia.
Pelopor Pertama Masjid Istiqlal
Masjid Istiqlal adalah masjid terbesar di Asia Tenggara. Masjid ini merupakan kebanggaan bangsa Indonesia, dan sebagai ungkapan dan wujud dari rasa syukur bangsa dan rakyat Indonesia yang mayoritas beragama Islam, atas berkat dan rahmat Allah SWT yang telah menganugerahkan nikmat kemerdekaan dari cengkraman penjajah selama kurang lebih 350 tahun.


Ide pembangunan masjid tercetus setelah empat tahun proklamasi kemerdekaan. Pada tahun 1950, KH. Wahid Hasyim yang saat itu menjabat sebagai menteri agama RI dan H. Anwar Tjokroaminoto dan Partai Syarikat Islam mengadakan pertemuan dengan sejumlah tokoh Islam mengadakan pertemuan dengan sejumlah tokoh Islam di Deca Park, sebuah gedung pertemuan di jalan Merdeka Utara.
Pada tahun 1953, KH. Wahid Hasyim, bersama H. Agus Salim, Anwar Tjokroaminoto dan Ir. Sofwan dan dibantu sekitar 200 tokoh Islam pimpinan KH. Taufiqorrahman mengusulkan untuk mendirikan sebuah yayasan.
Pada tanggal 7 Desember 1954 didirikanlah yayasan Masjid Istiqlal yang diketuai oleh H. Tjokroaminoto untuk mewujudkan ide pembangunan masjid nasional tersebut.
Pertemuan tersebut dipimpin oleh KH. Taufiqurrahman yang membahas rencana pembangunan masjid. Masjid tersebut disepakati akan diberi nama Istiqlal. Secara harfiah, kata Istiqlal berasal dari bahasa arab yang berarti: kebebasan, lepas atau kemerdekaan, yang secara istilah menggambarkan rasa syukur kepada Allah SWT atas limpahan rahmat berupa kemerdekaan bangsa.
Pada pertemuan di Gedung Deca Park, secara mufakat disepakati H. Anwar Tjokroaminoto sebagai ketua Yayasan Masjid Istiqlal. Beliau juga ditunjuk secara mufakat sebagai ketua panitia pembangunan Masjid Istiqlal.
Pada tahun 1953, panitia pembangunan Masjid Istiqlal, melaporkan rencana pembangunan masjid itu kepada Presiden Soekarno, dan disambut baik rencana tersebut, bahkan akan membantu sepenuhnya pembangunan Masjid Istiqlal.
Perbedaan Pendapat
Yayasan Masjid Istiqlal disahkan dihadapan notaris Elisa Pondag pada tanggal 7 Desember 1954. Pada saat penentuan lokasi masjid terjadi perbedaan pendapat, antara Drs. H. Mohammad Hatta (Wakil Presiden RI) dan Presiden Ir. Sukarno.
Hatta berpendapat bahwa lokasi yang paling tepat adalah di Jl. Moh. Husni Thamrin yang kini menjadi lokasi hotel Indonesia dengan pertimbangan lokasi tersebut berada di lingkungan masyarakat Muslim.

Sementara Ir. Soekarno (Presiden RI) berpendapat lokasi pembangunan Masjid Istiqlal di Taman Wilhelmina, yang dibawahnya terdapat reruntuhan benteng Belanda dan dikelilingi oleh bangunan-bangunan pemerintah pusat-pusat perdagangan dan dekat dengan Istana Merdeka.
Namun, setelah dillakukannya musyawarah akhirnya ditetapkan lokasi pembangunan Masjid Istiqlal di Taman Wilhelmina bekas benteng Belanda.

Sayembara Masjid Istiqlal memiliki dewan juri yang terdiri dari para Arsitek dan Ulama terkenal. Dewan juri tersebut adalah Presiden Soekarno sebagai ketua, dan anggotanya terdiri dari Ir. Roeseno, Ir. Djuanda, Ir. Suwardi, Ir. R. Ukar Bratakusumah, Rd. Soeratmoko, H. Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA), H.Abu Bakar Aceh, dan Oemar Husein Amin.
Sayembara tersebut mulai pada tanggal 22 Februari 1955 – 30 Mei 1955. Peminat pada sayembara tersebut mencapai 30 peserta ,dan 27 peserta yang menyerahkan sketsa dan maketnya, dan 22 peserta yang memenuhi persyaratan lomba.

Lalu pada tanggal 5 Juli 1955 dewan juri menetapkan Fredrich Silaban sebagai pemenang pertama dengan design bersandi “Ketuhanan”, dan penetapan tersebut dilakukan di Istana merdeka.
Fredrich Silaban Pemenang Sayembara
Dalam pembangunan Masjid Istiqlal, Presiden Ir. Sukarno yang pada saat itu selaku Ketua Dewan Juri melakukan Sayembara, sayembara tersebut dimulai pada tanggal 22 Februari 1955 – 30 Mei 1955. Peminat pada sayembara tersebut mencapai 30 peserta ,dan 27 peserta yang menyerahkan sketsa dan maketnya, dan 22 peserta yang memenuhi persyaratan lomba.
Sayembara Masjid Istiqlal memiliki dewan juri yang terdiri dari para Arsitek dan Ulama terkenal dan anggotanya terdiri dari Ir. Roeseno, Ir. Djuanda, Ir. Suwardi, Ir. R. Ukar Bratakusumah, Rd. Soeratmoko, H. Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA), H.Abu Bakar Aceh, dan Oemar Husein Amin.
Lalu pada tanggal 5 Juli 1955 dewan juri menetapkan Fredrich Silaban sebagai pemenang pertama dengan design bersandi “Ketuhanan”, dan penetapan tersebut dilakukan di Istana merdeka.
Fredrich Silaban merupakan anak seorang pendeta dan beragama Kristen. Walau demikian, ia memenangkan sayembara desain masjid tersebut yang diadakan oleh Presiden Indonesia yang pertama, Ir. Soekarno, pada 1955.
Friedrich Silaban merupakan anak dari pasangan Noria boru Simamora dan Sintua Jonas Silaban. Ia lahir pada 16 Desember 1912 di Desa Bonandolok, Tapanuli, Sumatera Utara.

Ia berkesempatan untuk mengenyam pendidikan di HIS, Narumonda, Tapanuli, Sumatra Utara. Pada 1927, ia mengikuti tes Koningen Wilhelmina School atau KWS (Sekolah Teknik Menengah di Hindia Belanda).
Setelah lulus tes, Silaban kemudian berangkat ke Batavia untuk melanjutkan pendidikannya tersebut. Kemudian, ia lulus dari KWS pada 1931.
Karir Silaban sebagai arsitek dimulai ketika menjelang lulus sekolah. Ia bekerja paruh waktu untuk juru gambar BOW bernama J.H. Antonisse. Di sana lah kemampuannya sebagai arsitek semakin terlatih. Ia juga ikut dalam pameran di Pasar Gambir.
Karena memiliki kemampuan yang baik, Silaban kemudian bekerja untuk Zeni Angkatan Darat Belanda pada 1931-1939. Selanjutnya ia pindah menjadi drafter di Kotapraja Bogor pada 1939-1942.
Saat pendudukan Jepang, Silaban bekerja di Dinas Pekerjaan Umum Bogor hingga 1947. Ia juga ditetapkan sebagai Direktur Pekerjaan Umum hingga 1949. Silaban tetap berkarir dalam pemerintahan hingga pensiun di Dinas Pekerjaan Umum Kotapraja Bogor

Selain menjadi pegawai pemerintahan, Silaban juga kerap terlibat dalam berbagai proyek pembangunan swasta dan mengikuti kompetisi. Pada pemerintahan Presiden Soekarno, Silaban terlibat banyak terlibat proyek ‘National Building’ dengan 2 proyek terpenting yaitu pembangunan Masjid Istiqlal dan Monumen Nasional atau Monas.
Kala itu, bangunan-bangunan yang dibuat sarat akan nilai-nilai nasionalisme. Pada desain bangunan Masjid Istiqlal pun juga terdapat nilai nasionalisme yaitu kubah berdiameter 45 meter yang melambangkan tahun proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada 1945.
Terkendala Gejolak Politik
Pembangunan Masjid Istiqlal ternyata memakan waktu hingga 17 tahun. Peletakan batu pertama dilakukan pada 1961 oleh Ir. Soekarno dan diresmikan oleh Presiden ke-2 Indonesia, Soeharto pada 1978.
Pencanangan tiang pertama Masjid Istiqlal dilakukan oleh Presiden Soekarno pada 24 Agustus 1961, bertepatan dengan Maulid Nabi Muhammad SAW yang disaksikan oleh ribuan umat Islam.
Ketika proses pencanangan berlangsung, Soekarno yakin bahwa Masjid Istiqlal akan menjadi masjid terbesar di Asia Tenggara dan mengalahkan masjid-masjid besar dari negara lain.
Sayangnya, proses pembangunan masjid tidak berjalan dengan lancar. Sejak direncakan pada 1950 hingga 1965, pembangunan Masjid Istiqlal tidak mengalami banyak kemajuan akibat adanya gejolak politik dan ekonomi.
Persoalan yang menghambat pembangunan Masjid Istiqlal mulai dari kurangnya dana karena krisis ekonomi pada 1960-an sampai meletusnya peristiwa G30S pada 1965.
Setelah kondisi sudah lebih kondusif, pada 1966, Menteri Agama KH Muhammad Dahlan mempelopori kembali pembangunan masjid ini. Tujuh belas tahun setelahnya, Masjid Istiqlal selesai dibangun.
Masjid Istiqlal diresmikan pada 22 Februari 1978 oleh Presiden Soeharto. Peresmian masjid ditandai dengan prasasti yang dipasang di area tangga pintu As-Salam. Diketahui, biaya pembangunan Masjid Istiqlal mencapai Rp 7 miliar (diperoleh terutama dari APBN) dan US$ 12 juta. (Vhi)
Referensi:
- Istiqlal.or.id
- Ensiklopedia Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi
- Rethinking the Future
- Berbagai sumber