Batam, ProLKN.id – Penertiban papan reklame yang tidak berizin terus dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) di berbagai daerah di Indonesia. Tindakan tegas ini diambil untuk menegakkan peraturan daerah, menjaga ketertiban umum, serta mengoptimalkan pendapatan asli daerah melalui pajak reklame.
Namun, di balik upaya penertiban ini, muncul berbagai keluhan dan keberatan dari para pemilik papan reklame, salah satunya adalah Nicolas, seorang pengusaha reklame yang merasa dirugikan akibat pembongkaran papan reklamenya yang dinilainya memiliki izin lengkap.
Nicolas menyatakan kekecewaannya karena papan reklame miliknya yang telah berizin dan rutin membayar pajak justru dibongkar oleh Satpol PP. Ia mengaku telah menunjukkan bukti izin, namun hal tersebut diabaikan.
“Sebagai masyarakat, saya tahu aturan. Papan reklame milik saya ada izinnya, dan selama ini saya selalu membayar pajak. Saya juga sudah tunjukkan saya punya izin, tetapi diabaikan. Kenapa tetap dibongkar oleh Satpol PP? Seharusnya tidak dibongkar itu papan reklame milik saya,” ujar Nicolas kepada Tim ProLKN.id dengan nada heran. Kamis (10/07/2025).
Lebih lanjut, Nicolas mempertanyakan proses sosialisasi terkait perintah penertiban yang diduga berasal dari Wakil Walikota (Wawako), Ibu Li Claudia Candra. Ia mengaku tidak pernah menerima undangan atau pemberitahuan resmi mengenai kebijakan tersebut.

“Kalau seandainya ada perintah penertiban yang katanya dari Wakil Walikota, sosialisasi nya kapan? Kok saya tidak undang atau beri tahu? Aturan dibuat untuk dipatuhi, dan saya sudah menaatinya,” keluh Nicolas.
Nicolas menduga adanya informasi yang tidak akurat yang disampaikan oleh pihak bawahan kepada Wawako, yang berujung pada kebijakan yang tumpang tindih di lapangan. Ia menyebutkan adanya perbedaan informasi antara Badan Perizinan (BP) dan Pemerintah Kota (Pemko).
“Pembisik-pembisik dari bawahan kepada beliau Ibu Claudia (Wawako) itu tidak benar, sehingga menjadi salah arah, jadi tumpang tindih kebijakannya di lapangan antara BP dan Pemko. Kata BP tidak dicabut, akan tetapi kenapa Pemko memerintahkan Satpol PP untuk mencabut papan reklame ini,” ungkap Nicolas dengan penuh kebingungan.
Harapan Nicolas sangat jelas, yaitu agar papan-papan reklamenya dapat dipasang kembali seperti semula. Ia berharap agar pemerintah dapat meninjau kembali kebijakan penertiban yang dinilainya tidak berdasarkan informasi yang valid dan tidak melalui prosedur yang transparan.
Penertiban Reklame Ilegal: Upaya Menegakkan Aturan dan Pendapatan Daerah
Kasus yang dialami Nicolas bukanlah kejadian yang terisolasi. Di berbagai kota, Satpol PP secara rutin melakukan penertiban terhadap papan reklame yang melanggar aturan. Di Tanjungpinang, misalnya, tim gabungan Pemerintah Kota (Pemko) menyegel sebelas papan reklame yang tidak berizin Satpol PP di Kota Waringin Barat juga aktif menindaklanjuti penertiban reklame yang tidak berizin di wilayah kota Di Surabaya, Satpol PP menindak reklame yang tidak berizin dan tidak membayar pajak. Bahkan, di Jakarta Timur, Satpol PP berhasil membongkar 144 papan reklame yang tidak berizin.
Tindakan penertiban ini didasarkan pada berbagai alasan, termasuk pelanggaran izin, tidak adanya izin, serta pemasangan yang membahayakan keselamatan publik. Di Cilegon, Satpol PP menertibkan bangunan liar dan papan reklame “bodong” atau tanpa izin. Di Surabaya, Satpol PP merobohkan papan reklame di wilayah Made karena dinilai membahayakan.
Selain itu, penertiban reklame ilegal juga erat kaitannya dengan upaya mengatasi kebocoran pajak daerah. Banyak pihak mendesak Satpol PP untuk membongkar reklame ilegal demi mengoptimalkan pendapatan daerah dari sektor pajak reklame. Pemasangan papan reklame tanpa izin seringkali luput dari pemungutan pajak, sehingga merugikan kas daerah.
Potensi Kerugian dan Dampak Penertiban
Pembongkaran papan reklame, meskipun merupakan tindakan penegakan hukum, dapat menimbulkan kerugian bagi pemilik yang sah. Seperti yang dialami Nicolas, biaya pemasangan dan pemeliharaan papan reklame tidak sedikit. Jika papan reklame dibongkar tanpa dasar yang kuat, maka kerugian finansial tentu saja akan dialami.
Dalam beberapa kasus, pembongkaran papan reklame bahkan menimbulkan insiden. Di Batam, belasan papan reklame yang dibongkar ditemukan tergeletak di pinggir jalan. Ada pula kasus papan reklame yang terbakar saat proses pembongkaran.
Terkait dengan aset yang dibongkar, muncul pertanyaan mengenai apakah pemilik papan reklame ilegal dapat mengambil kembali asetnya. Pemerintah Kota Banda Aceh, misalnya, memiliki aturan tersendiri mengenai hal ini, yang menunjukkan bahwa pengembalian aset yang dibongkar tidak selalu mudah. Pemerintah Kota Medan pun berencana menyita sisa material reklame yang tidak tuntas dibongkar.
Perlunya Koordinasi dan Sosialisasi yang Efektif
Kasus seperti yang dialami Nicolas menyoroti pentingnya koordinasi yang baik antar instansi pemerintah dan perlunya sosialisasi yang efektif kepada masyarakat, terutama para pelaku usaha. Tanpa sosialisasi yang memadai, kebijakan penertiban dapat menimbulkan kesalahpahaman dan ketidakpuasan.
Pemerintah daerah diharapkan dapat memastikan bahwa setiap kebijakan penertiban didasarkan pada data yang akurat dan proses yang transparan. Pemilik usaha perlu diberikan kesempatan untuk menunjukkan bukti kepatuhan terhadap aturan sebelum tindakan pembongkaran diambil.
Upaya penertiban papan reklame memang penting untuk menjaga estetika kota, ketertiban umum, dan kelancaran lalu lintas. Namun, proses penertiban harus dilakukan dengan cara yang adil dan proporsional, serta mengutamakan komunikasi dan dialog dengan para pihak yang terdampak.
Diharapkan, ke depannya, penertiban reklame dapat berjalan lebih baik, tanpa menimbulkan kerugian yang tidak perlu bagi pengusaha yang taat aturan.
(Ardie)