Prolkn.id – Serangan mendadak Hamas ke Israel yang berhasil menewaskan 700 warga dan menyebabkan ribuan warga lain luka-luka merupakan titik balik kebangkitan Palestina. Hamas ingin mengirimkan pesan bahwa Palestina belum menyerah. Pada 7 Oktober 2023 pagi, bertepatan dengan ulang tahun ke-50 perang Israel melawan Arab (Mesir dan Suriah), Harakah Muqawwamah al-Islamiyah atau Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) yang memerintah Jalur Gaza melancarkan serangan dadakan dan masif ke wilayah selatan Israel.
Mengejutkan. Hamas tak hanya berhasil meluncurkan 3.000-an rudal dalam waktu 20 menit, tetapi juga mampu melakukan infiltrasi ke wilayah musuh yang dijaga ketat.
Hamas menyampaikan telah menembakkan 200 roket ke Israel. Brigade Al-Qassam, sayap bersenjata Hamas, menyampaikan dalam sebuah pernyataan, pihaknya “sedang dalam proses menembakkan 110 roket menuju kota Tel Aviv”, dan 100 roket menuju kota Beersheva, “sebagai balasan karena memulai ulang serangan terhadap rumah-rumah warga sipil”.
Pada hari ketiga, tak kurang dari 700 tentara dan warga sipil Israel tewas. Seratusan lain ditawan Hamas. Israel langsung mengumumkan negara dalam keadaan perang dan melancarkan serangan balasan yang masif pula. Tak kurang dari 370 warga Palestina di Gaza tewas.
Perang masih berlangsung hingga saat ini. Pasukan Hamas belum dapat dipukul mundur dari wilayah Israel.
Seperti yang sudah-sudah, Israel akan membombardir infrastruktur vital Gaza, bahkan rumah-rumah warga sipil, sebagai hukuman kolektif terhadap kantong Palestina yang sejak 2007 diblokade Israel dari semua penjuru: darat, laut, dan udara. Perang belum akan berakhir sampai Israel ditaksir telah memenangi pertempuran guna menjaga legitimasi pemerintahan ekstrem kanan pimpinan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.

Serangan Hamas—dibantu Jihad Islam—tak bisa dilepaskan dari dinamika politik regional.
Serangan Hamas dibantu Jihad Islam tak bisa dilepaskan dari dinamika politik regional. Pada 2020, dengan bantuan Amerika Serikat di bawah Presiden Donald Trump, empat negara Arab (Uni Emirat Arab, Bahrain, Sudan, dan Maroko) menormalisasi hubungan dengan Israel. Dengan demikian, sudah enam negara Arab berdamai dengan Israel setelah Mesir (1979) dan Jordania (1994).
Hamas ini ditetapkan sebagai kelompok teroris oleh Israel, Amerika Serikat, Uni Eropa dan Inggris, serta negara-negara lain. Hamas didukung oleh Iran yang mendanainya serta menyediakan senjata dan pelatihan.
Ada ketegangan konstan antara Israel dan Hamas, tapi serangan Hamas pada hari Sabtu terjadi tanpa peringatan. Hamas menembakkan ribuan roket ke Israel sementara puluhan militan Hamas menerobos perbatasan dan menyerbu komunitas Israel, menewaskan puluhan warga sipil dan menawan yang lainnya.
Israel langsung melancarkan serangan udara, mengatakan bahwa mereka menargetkan situs-situs militan di Gaza. Para pejabat setempat mengatakan lebih dari 200 orang tewas.
Hamas didirikan pada tahun 1987 selama Intifada Pertama, pemberontakan Palestina melawan pemerintahan Israel. Tujuannya adalah untuk mendirikan negara Islam di Palestina.
Hamas yang saat ini memerintah Jalur Gaza, wilayah Palestina di pantai Mediterania timur. Setelah memenangkan pemilu legislatif Palestina 2006, Hamas menguasai Gaza pada tahun 2007 setelah konflik kekerasan dengan rivalnya, Fatah. Sejak saat itu, Hamas telah menjadi otoritas de facto di Gaza, sementara Fatah memerintah Tepi Barat.
Sementara, saat ini dengan bantuan AS juga Israel dan Arab Saudi memasuki tahap akhir negosiasi perdamaian keduanya. Diprediksi paling lama pada kuartal pertama tahun 2024 kedua negara akan menormalisasi hubungan. Toh, belakangan ini menteri-menteri Israel telah keluar-masuk Saudi secara terang-terangan menggunakan paspor Israel.
Pendekatan Riyadh-Tel Aviv bukan hal dadakan. Sejak ditetapkan sebagai Putra Mahkota Arab Saudi pada 2017, Mohammed bin Salman (MBS), putra Raja Salman bin Abdul Aziz, melirik Israel. Hal ini tak bisa dilepaskan dari visi Saudi 2030 yang dicanangkannya.
Visi itu memproyeksikan Saudi menjadi negara modern yang terbuka, bebas dari ketergantungan pada minyak dalam pendapatan luar negerinya, dan bebas dari Wahabi konservatif. Untuk itu, MBS membangun kota Neom yang supermodern di barat laut negara itu.
Neom mencakup juga dua pulau, Pulau Tiran dan Sanafir di Laut Merah dekat Teluk Aqaba, yang berbatasan maritim dengan Israel. Penyerahan dua pulau itu oleh Mesir kepada Saudi tak lepas dari persetujuan Israel dengan syarat Saudi mengakhiri hubungan permusuhan dengan Israel. Di luar itu, Saudi berharap Neom dapat menarik sejumlah besar wisatawan Israel.
Bagaimanapun, potensi pemulihan hubungan Israel-Saudi menimbulkan alarm bagi Palestina. Saudi adalah kekuatan regional, bahkan pemain utama, di Dunia Arab. Perdamaian Riyadh-Tel Aviv besar kemungkinan akan mendorong negara Arab atau negara Muslim lain mengikuti jejaknya.
Jika demikian, posisi Palestina vis a vis Israel akan semakin melemah. Bahkan, tidak mustahil cita-cita Palestina memiliki negara sendiri yang berdaulat tak dapat direalisasikan.
Partai-partai kanan yang mendominasi perpolitikan Israel tak berminat melanjutkan proses perdamaian dengan Palestina. Apalagi, dalam negosiasi perdamaiannya, Saudi hanya meminta Israel memudahkan kehidupan warga Palestina, tidak lagi menuntut Israel memerdekakan Palestina sesuai dengan resolusi-resolusi DK PBB dan Kesepakatan Oslo, yang dulu dijadikan pijakan dalam Inisiatif Arab 2000 yang diajukan Saudi dalam KTT Liga Arab di Beirut.
Alasan lain, Bulan Sabit Syiah pimpinan Iran yang mencakup juga Irak, Suriah, dan Lebanon kian kuat. Pengaruh Iran terhadap Palestina pun cukup besar. Sementara di halaman belakang Saudi ada milisi Syiah Houthi yang merupakan proksi Iran. Negosiasi perdamaian antara Houthi dan Pemerintah Yaman dukungan Saudi sedang berlangsung.
Mau tak mau, Pemerintah Yaman pascaperang harus juga berbagi kekuasaan dengan Houthi. Dalam konteks inilah Maret silam secara tak terduga Saudi berdamai dengan Iran.
Bagaimanapun, potensi pemulihan hubungan Israel-Saudi menimbulkan alarm bagi Palestina. Saudi adalah kekuatan regional, bahkan pemain utama, di Dunia Arab.
Namun, ini belum cukup. Saudi butuh jaminan keamanan dari AS untuk mengimbangi Iran yang kuat secara militer demi menjaga stabilitas internal dan regional yang menjadi syarat terwujudnya visi Saudi 2030.
Presiden AS Joe Biden yang masih ingin terpilih pada pemilu AS tahun depan melihat perdamaian Saudi-Israel akan memberi insentif elektoral kepadanya. Terlebih, ia tak boleh kalah dari Trump. Hal ini penting ketika dukungan rakyat AS terhadap komitmen Biden memberikan bantuan militer kepada Ukraina merosot.
Ketika Netanyahu berambisi untuk segera memulihkan hubungan dengan Saudi, secara paradoks pemerintahannya yang rasis yang mulai berkuasa pada akhir tahun lalu terus membangun permukiman ilegal Yahudi di daerah pendudukan di Yerusalem Timur dan Tepi Barat, sambil meningkatkan represi terhadap Palestina.
Konflik antara Israel dan Palestina saat ini bukan menjadi rahasia umum lagi, bahwasannya perang selama ini dilatarbelakangi oleh Klaim kedua bangsa tersebut atas wilayah yang sama, yakni Palestina. Maka dari itu, kedua belah pihak sejak lama berperang untuk memperebutkan wilayah ini.
Sejarah membuktikan bahwa klaim kepemilikikan atas wilayah Palestina memang cukup sulit untuk diputuskan.
Otoritas Nasional Palestina Didirikan dan selama 6 tahun berikutnya membentuk sebuah jaringan. hubungan ekonomi dan keamanan dengan Israel, yang disebut sebagai wilayah otonom penuh dengan administrasi mandiri. Pada tahun 2000, hubungan keduanya memburuk dengan pecahnya Intifada Al-Aqsa yakni sebuah eskalasi cepat konflik Israel-Palestina . Peristiwa mereda pada tahun 2005, dengan rekonsiliasi dan gencatan senjata.
Situasi menjadi lebih rumit dengan perpecahan Otoritas Palestina pada tahun 2007, perpecahan faksi Fatah dan Hamas yang disertai kekerasan, dan pengambilalihan Jalur Gaza oleh Hamas. Pengambilalihan Hamas mengakibatkan perpecahan total antara Israel dan faksi Palestina di Jalur Gaza, membatalkan semua hubungan kecuali pasokan kemanusiaan yang terbatas.
Dari sisi ekonomi, pada tahun 2015, PDB per kapita Israel lebih dari US$35.000 dan tingkat kemiskinan mencapai 5%. Israel mempertahankan mata uang yang kuat dan memiliki perlindungan hak properti terbaik dari semua sistem ekonomi di Timur Tengah. Israel adalah anggota Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD), dan juga dikenal sebagai “negara wirausaha”.
Akibat konflik Israel-Palestina, Palestina belum mampu membentuk sistem ekonomi yang mandiri sepenuhnya. Investasi asing langsung hampir tidak ada. Pada tahun 2019, Israel menduduki peringkat ke-19 dalam peringkat Indeks Pembangunan Manusia PBB dari 189 negara, sedangkan Palestina berada di peringkat 115.
Selain pertanian, pendapatan ekonomi utama Palestina adalah bantuan dari masyarakat internasional dan tenaga kerja Palestina di Israel atau tempat lain.
Dari sisi Politik, hubungan politik ini diakhiri pada konflik antara Israel dan Palestina. Konfliknya adalah mengenai apakah warga Palestina dapat membentuk negaranya sendiri dalam pemerintahan di wilayah yang saat ini dikuasai Israel. Palestina, pada tahun-tahun sebelum 1948, merupakan sebidang tanah yang dikelilingi oleh Sungai Yordan, Mesir, Laut Mediterania, Suriah, dan Lebanon.
Pertikaian mengenai wilayah tertentu ini muncul karena adanya perbedaan pandangan mengenai siapa yang mempunyai klaim sah atas tanah tersebut. Menurut orang Yahudi, Alkitab Ibrani menyatakan bahwa Palestina telah berjanji kepada mereka oleh Tuhan. Palestina modern adalah Israel kuno.
Oleh karena itu, orang-orang Yahudi mempunyai klaim kuno atas tanah tersebut. Namun, masyarakat Arab Palestina tidak mau dan tidak mampu mengakui klaim mereka atas Israel. Orang-orang Palestina percaya bahwa karena mereka baru-baru ini menguasai tanah tersebut, maka tanah tersebut harus tetap menjadi milik mereka.
Konflik yang terus-menerus antara Israel dan Palestina mengenai ketidakpastian mereka untuk mengakui klaim pihak lain atas wilayah tersebut telah mengakibatkan kekerasan dan ketidakstabilan selama bertahun-tahun di wilayah tersebut.
Luas lahan yang menyebabkan konflik politik antara Israel dan Palestina juga berdampak pada hubungan internasional. Israel/Palestina terletak strategis di persimpangan Asia, Eropa, dan Afrika. Hal ini menyebabkan Amerika Serikat dan negara-negara lain bersatu dengan harapan menemukan solusi atas konflik tersebut. Namun, penyelesaian konflik saat ini masih belum bisa dipastikan.
Israel dan Amerika Serikat menganggap tindakan militer Hamas sebagai agresi teroris, dan menyebut pertahanan nasional Israel sebagai alasan atas respons militer yang agresif terhadap Israel. Di sisi lain, warga Palestina memandang tindakan militer Israel sebagai terorisme yang didukung negara. Kedua pihak terus menderita korban jiwa seiring dengan berlanjutnya kebuntuan mengenai hak teritorial di wilayah tersebut. Konflik ini meluas ke komunitas regional dan internasional, dan kedua belah pihak mendapatkan dukungan dan bantuan militer.
Yang juga penting untuk diingat adalah bahwa bangsa yang terzalimi, dalam situasi yang sangat sulit sekalipun, akan menemukan kreativitasnya untuk bertahan hidup dan diakui martabatnya. (*/red)