Tanjung Pinang, Prolkn.id – Harga Cabai dipasaran semakin melambung tinggi tak terkendali salah satunya yang tengah terjadi di kota Tanjung Pinang.
Kenaikan harga cabai di Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau, mulai dikeluhkan warga atau pembeli. Pasalnya, harga cabai tak kunjung turun sejak mengalami kenaikan beberapa waktu lalu.
Harga cabai terus melambung tinggi dalam beberapa pekan terakhir, salah satunya cabai nano atau cabai setan mengalami kenaikan drastis. Harganya kini mencapai Rp110.000 per kilogram (kg) dari sebelumnya kisaran Rp60.000 sampai Rp70.000 per kg. Kemudian cabai merah keriting dan cabai rawit hijau juga mengalami kenaikan dari Rp80 ribu per kg menjadi Rp 90 ribu per kg.
Kenaikan harga cabai dipicu oleh pasokan yang semakin minim akibat gagal panen di daerah produsen, seperti Jawa dan Sumatra Utara.
Yati, salah satu pembeli di Pasar Bintan Centre terpaksa mengurangi pembelian karena harga cabai hampir dua kali lipat dari harga biasanya. “Harga cabai lumayan naik dari yang Rp50.000 ada yang sampai naik Rp90.000 sekilo,” katanya, Rabu (15/11/2023).
Dengan kondisi itu, Yati berharap kepada pemerintah segera turun tangan untuk menstabilkan harga cabai. Ia memperkirakan kenaikan harga ini akan terus berlanjut menjelang bulan Desember. “Kalau naik terus, turunnya kapan,” ujarnya.
Sementara itu, salah satu pedagang di Pasar Bintan Centre, Hani menyampaikan, sejak harga cabai naik berdampak kepada omzetnya yang menurun. Hal itu dipicu daya beli konsumen yang menurun.
“Yang biasanya beli sekilo sekarang beli setengah kilo, yang setengah jadi seperempat,” ungkap Hani.
Selain cabai, harga komoditas lain juga ikut naik, seperti bawang merah baleri naik menjadi Rp20.000 per kg, dan bawang merah Jawa menjadi Rp38.000 per kg, masing-masing mengalami kenaikan Rp2.000 per kg.
Pedagang lainnya, Leli juga merasakan hal serupa. Sebab, ia merasakan daya beli masyarakat semakin turun. Menurutnya, banyak pembeli kini membeli cabai dalam takaran ons, karena tidak mampu membeli dalam jumlah besar. Kenaikan harga ini juga disebabkan oleh pasokan yang berkurang dari produsen cabe di Jawa dan Medan. (*/red)
