Bintan, ProLKN.id – Pemerintah Kabupaten (Pemkab Bintan melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) diduga belum mengganti rugi lahan milik warga di halaman kantor Bupati Bintan seluas 9.195 meter persegi dalam kurun waktu selama 17 tahun lamanya.
Persoalan lahan di Bintan memang menjadi atensi, jika biasa ditemukan sengketa atau tumpang tindih surat lahan masyarakat hingga berujung ke Penegakan Hukum, kini Pemerintah Daerah sendiri yang membuat persoalan di lahan warga untuk membangun kantornya.
|Baca Juga: Polres Lingga Kawal Ketat Kedatangan Logistik Pilkada 2024
Lahan seluas 9.195 meter persegi itu kini telah dilakukan pembangunan pagar kantor bupati hingga jalan aspal yang menuju Polres Bintan.

Berdasarkan informasi yang didapat, pemilik lahan tersebut bernama Iskandar (Almarhum) saat diminta keterangan melalui ahli warisnya Hafiz menjelaskan, bahwa lahan milik orang tuanya itu dulu adalah pohon karet produktif yang ada nilai ekonomisnya. Namun setelah ada pembangunan kantor bupati, pohon-pohon yang berdiri diatas lahan milik bapaknya itu mati total seluruhnya.
“Dulunya pohon karet produktif luas lahan 2 hektare disitu, tapi sudah mati semua karena ada pembangunan kantor bupati yang terkena dari 2 H itu sekitar 9.195 m persegi,” ungkapnya, kepada awak media, dikutip Kamis (19/09/2024).
Menurutnya, dalam waktu selama 17 tahun bukanlah waktu yang singkat, sejak itu almarhum bapaknya mengurus ganti rugi ke pemerintah daerah. Ia menduga ada oknum PUPR yang mempersulit ganti rugi lahan tersebut sehingga ganti rugi belum dilakukan.
“Jadi dulu itu sudah diurus oleh bapak, namun dalam proses urus itu bapak sudah capek, karena tidak ada titik terang oleh oknum di dinas PUPR itu, ya tentu dalam hal ini Pemkab Bintan,” ujarnya.
|Baca Juga: Sekretaris Dewan Diperiksa Kejari Tanjung Pinang Terkait Dugaan Korupsi PD BPR Bestari
Kendati demikian, pada tahun 2024 ini Dinas PUPR telah memproses ganti rugi lahan tersebut, prosesnya pun telah masuk ke tahap penilaian harga oleh tim Appraisal yang ditunjuk melalui tahapan E-Katalog.
Hafiz mengatakan, dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 19 tahun 2021 tenteng penyelenggaraan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum pada bagian kedelapan pengadaan tanah skala kecil, pasal 126 ayat 1 berbunyi dalam rangka efisiensi dan efektifitas pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang luasnya tidak lebih dari 5 hektare dapat dilakukan secara langsung oleh instansi yang memerlukan tanah oleh pihak yang berhak, dengan cara jual beli, tukar menukar, atau cara lain disepakati.
Kemudian ayat 6 nya, penilaian tanah dalam rangka pengadaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat 1, instansi yang memerlukan tanah menggunakan hasil penilai jasa penilai.
“Artinya, ada 2 mekanisme yang mereka pilih dengan asas yang berbeda juga. Jika asas jual beli digunakan, mekanisme langsung apa Penetapan lokasi ?, keduanya berbeda,” ucapnya.

Salah satu Tim Appraisal (Tim penaksiran harga rumah/lahan sebelum dibeli, dijual, atau dilelangkan), Heri mengatakan pihaknya dalam bekerja menilai harga lahan tersebut memiliki waktu 30 hari kerja. Penetapan harga untuk lokasi ganti rugi lahan kantor bupati yang akan ditetapkan nantinya bersifat final dan tidak ada tekanan dari pihak manapun.
“Kami independen. Kami juga diawasi dari Kejaksaan. Jadi kami menetapkan harga juga ada dasar setelah melalui tahapan -tahapan,” ucapnya.
Hafiz selaku perwakilan ahli waris merasa kecewa, karena seharusnya histori lahan menjadi pertimbangan bagi Tim Appraisal dan Pemkab Bintan terkait penetapan anggaran ganti rugi yang selama 17 tahun lahan itu tidak pernah terbayarkan.
“Kami selaku pihak keluarga dan ahli waris merasa dirugikan baik secara materil dan non-materil atas mekanisme prosedur yang diambil oleh pemkab bintan,” katanya.
Bahkan Pemkab Bintan disebut membangun lahan kantor bupati itu tidak pernah memberitahukan apalagi meminta izin kepada pemilik lahan.
“Mereka ini secara prosedural sudah menyalahi aturan hukum yang berlaku, jadi mungkin kedepannya kami pihak ahli waris akan berencana untuk mengajukan gugatan secara perdata melalui kuasa hukum kami,” tungkasnya.
Kabid Tata Ruang dan Pertanahan Dinas PUPR Bintan, Deni menyampaikan saat ini pemerintah telah berupaya untuk mengganti rugi lahan tersebut sesuai ketentuan yang berlaku.
|Baca Juga: Terima Aspirasi Warga BP Batam Maksimalkan Upaya Distribusi Air
Proses pembayaran ganti rugi lahan di PUPR telah dilakukan, keputusan tim penilai merupakan keputusan yang akan diikuti pemkab dan tidak dapat dinegoisasi.
“Jika lebih dari pagu pembayaran, tergantung apakah pemkab punya anggaran lagi, yang jelas tujuannya untuk menyelesaikan ganti rugi ini karena telah dibuat orang yang lama. Nanti setuju atau tidak penilaian dari tim appriassal soal harga. Kalau tidak setuju, pembayaran tidak dapat kita lakukan dan akan kita titipkan ke pengadilan uang tersebut,” ucapnya.
Diketahui, pihak PUPR telah menganggarkan ganti rugi halaman kantor Bupati Bintan itu senilai Rp.400.000.000 pada tahun 2022 lalu. Uang tersebut disebut masih tersedia. Dan baru ingin dilakukan pembayaran tahun 2024.
Berdasarkan data yang diterima, nilai NJOP di lahan kantor Bupati Bintan tersebut senilai Rp36.000 – Rp48.000. Namun berdasarkan informasi dilapangan, ada yang menyebut pasaran harga di lahan tersebut berkisar Rp200.000 – Rp250.000 permeternya. (*/red)