Batam, ProLKN.id – Sebanyak 81 Pekerja Migran Indonesia (PMI) dideportasi dari Malaysia dan tiba di Batam melalui Pelabuhan Batam Center pada Jumat, (11/07/2025).
Kedatangan ratusan PMI ini menjadi sorotan, mengingat banyaknya kasus serupa yang terjadi sebelumnya. Sebagian besar dari mereka diduga berangkat ke luar negeri hanya berbekal paspor biasa, tanpa dilengkapi dokumen pendukung yang memadai untuk bekerja di luar negeri.
Kantor Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Kepri membenarkan pemulangan 81 PMI tersebut. Menurut pihak BP2MI Kepri, proses pemulangan ini difasilitasi oleh Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Johor Bahru.
Koordinasi intensif telah dilakukan dengan berbagai instansi dan lembaga terkait di Batam, termasuk BP2MI Kepri, untuk memastikan kelancaran proses kepulangan. Setelah tiba di Batam, para PMI ini akan menjalani pemeriksaan lebih lanjut sebelum dipulangkan ke daerah asal masing-masing.

Humas Kantor Imigrasi Kota Batam, Haris menjelaskan bahwa banyak dari warga negara Indonesia, khususnya PMI, yang tidak jujur saat pemeriksaan atau wawancara sebelum keberangkatan.
“Ketidakjujuran ini sering kali membuat mereka berhasil lolos dari pemeriksaan petugas imigrasi, meskipun dokumen yang mereka miliki tidak lengkap atau tidak sesuai dengan persyaratan untuk bekerja di luar negeri,” ucap Haris.
Batam sendiri telah lama dikenal sebagai salah satu pintu gerbang utama bagi pekerja migran Indonesia yang ingin bekerja di luar negeri, khususnya di Malaysia. Namun, ironisnya, Batam juga menjadi jalur gelap bagi penyelundupan pekerja migran ilegal. Pelabuhan-pelabuhan resmi di Batam, termasuk Pelabuhan Batam Center, kerap kali disalahgunakan sebagai titik masuk atau keluar bagi aktivitas ilegal tersebut. Fenomena ini menciptakan “bisnis haram” yang beroperasi di jalur yang seharusnya legal.
Data menunjukkan bahwa kasus deportasi PMI dari Malaysia bukanlah hal baru. Sebelumnya, ratusan PMI juga telah dideportasi dan tiba di Batam. Angka-angka seperti 230 PMI yang dideportasi, 100 PMI yang difasilitasi kepulangannya, 19 PMI yang dideportasi, 96 PMI yang menjalani tahanan sebelum dideportasi, 73 PMI yang dideportasi, dan 80 PMI yang dideportasi, semuanya melalui Batam, menunjukkan betapa masifnya persoalan ini.
Penyelundupan pekerja migran ini sering kali melibatkan sindikat yang terorganisir dengan baik. Ada indikasi adanya “kode mafia” dan “tiket hantu” yang digunakan dalam operasional mereka, yang semakin mempersulit upaya pencegahan. Pelabuhan resmi yang seharusnya diawasi ketat justru menjadi celah bagi para pelaku untuk melancarkan aksinya.
Kepolisian sendiri telah mengungkap berbagai kasus penyelundupan pekerja migran di Batam. Dalam salah satu pengungkapan, polisi berhasil menangkap 11 pelaku yang terlibat dalam 6 kasus penyelundupan pekerja migran. Tindakan penegakan hukum ini menjadi bukti bahwa pemerintah serius dalam memberantas praktik ilegal ini.
Upaya pencegahan terus dilakukan oleh berbagai pihak, termasuk Imigrasi Batam, untuk mencegah pekerja migran menjadi korban perdagangan orang. Salah satu caranya adalah dengan meningkatkan pengawasan di pelabuhan dan melakukan pemeriksaan yang lebih teliti terhadap setiap calon pekerja migran yang akan berangkat. Edukasi mengenai prosedur legal bekerja di luar negeri dan risiko menjadi PMI ilegal juga terus digalakkan.
Namun, tantangan yang dihadapi sangat besar. Batam yang berdekatan dengan Malaysia, dengan lalu lintas pelayaran yang padat, menjadi medan yang rentan terhadap aktivitas penyelundupan. Pemerintah terus berupaya mencari solusi agar pelabuhan-pelabuhan baru yang dibangun tidak ikut menjadi jalur baru bagi perdagangan orang.
Penting bagi para calon pekerja migran untuk memahami dan mengikuti prosedur yang benar dalam mencari pekerjaan di luar negeri. Menggunakan jalur resmi dan memastikan kelengkapan dokumen adalah kunci untuk melindungi diri dari potensi eksploitasi dan deportasi. Kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai PMI juga sangat penting.
Kasus deportasi 81 PMI kali ini kembali menegaskan perlunya pengawasan yang lebih ketat di seluruh lini, mulai dari proses penerbitan paspor hingga keberangkatan di pelabuhan. Kolaborasi antara pemerintah, aparat penegak hukum, dan masyarakat sangat dibutuhkan untuk memutus mata rantai penyelundupan pekerja migran dan melindungi warga negara Indonesia agar dapat bekerja di luar negeri dengan aman dan legal.
(Ardie)