Jakarta, ProLKN.id – Pemerintah Indonesia tengah mempersiapkan aturan baru yang akan mengubah lanskap kepemilikan kendaraan bermotor di Tanah Air. Aturan tersebut, yang direncanakan mulai berlaku pada tahun 2025, akan mewajibkan seluruh pemilik kendaraan, baik mobil maupun motor, untuk memiliki asuransi Third Party Liability (TPL). Kebijakan ini dianggap sebagai langkah strategis untuk meningkatkan perlindungan terhadap pihak ketiga yang mungkin menjadi korban akibat kecelakaan yang melibatkan kendaraan bermotor.
Asuransi TPL sendiri merupakan produk asuransi yang memberikan ganti rugi kepada pihak ketiga yang mengalami kerugian secara langsung akibat penggunaan kendaraan bermotor yang dipertanggungkan. Kerugian tersebut dapat berupa cedera fisik, kerusakan properti, atau bahkan kematian. Dengan adanya aturan ini, pemerintah berharap dapat mengurangi beban finansial yang seringkali ditanggung oleh korban kecelakaan, terutama yang berasal dari kalangan tidak mampu.
Dilansir dari cnbcindonesia.com, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono mengatakan bahwa saat ini asuransi kendaraan bersifat sukarela. Akan tetapi Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) mengatur bahwa asuransi kendaraan dapat menjadi wajib bagi seluruh pemilik mobil dan motor.
Saat ini pemerintah tengah menyiapkan aturan turunan dari UU PPSK tersebut.
“Diharapkan peraturan pemerintah terkait asuransi wajib itu sesuai dengan UU paling lambat 2 tahun sejak PPSK, artinya Januari 2025 setiap kendaraan ada TPL,” ujarnya
Praktik seperti ini, kata Ogi, telah berlaku di berbagai negara lain. “Kalau kita lihat negara dunia termasuk Asean, semuanya sudah terapkan asuransi wajib kendaraan,” tambah Ogi.
Ogi melanjutkan bahwa asuransi wajib bagi kendaraan bermotor bersifat gotong royong. Dengan demikian saat terjadi kecelakaan lalu lintas yang melibatkan banyak pihak, kerugian dapat ditekan.
Akan tetapi satu pekerjaan rumahnya adalah mekanisme penerapan asuransi wajib bagi kendaraan bermotor tersebut. Pasalnya dibutuhkan satu platform yang dapat digunakan untuk mengetahui asuransi yang digunakan setiap kendaraan bermotor.
Diketahui, mandat pembentukan program asuransi wajib tertuang dalam UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK). Amanat ini khususnya termaktub dalam pasal 39 A.
Mengutip pasal 39 A, dijelaskan bahwa pemerintah dapat membentuk program asuransi wajib sesuai kebutuhan. Asuransi wajib ini pun dapat ditunjuk oleh pemerintah ke kelompok tertentu.
“Pemerintah dapat mewajibkan kepada kelompok tertentu dalam masyarakat untuk membayar Premi atau Kontribusi keikutsertaan sebagai salah satu sumber pendanaan Program Asuransi Wajib,” sebagaimana dijelaskan pada undang-undang tersebut.
Adapun ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Program Asuransi Wajib diatur dengan Peraturan Pemerintah setelah mendapatkan persetujuan dari DPR. Jika PP telah keluar, baru akan diturunkan ke Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK).
Saat ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih menunggu rancangan peraturan pemerintah (RPP) terkait aturan asuransi wajib tersebut. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) OJK Ogi Prastomiyono mengatakan PP tersebut merupakan turunan dari Undang-Undang P2SK.
Program asuransi wajib telah masuk dalam peta jalan perasuransian 2023-2027. Asuransi wajib ini dimaksudkan untuk mendorong perluasan penetrasi dan densitas asuransi.
“Kebijakan pemerintah untuk mewajibkan asuransi wajib bagi kelompok masyarakat tertentu juga memerlukan dukungan pengembangan produk asuransi. Oleh karena itu, industri perasuransian harus melakukan inovasi agar dapat menyediakan produk asuransi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan mendukung program pembangunan nasional,” sebagaimana dikutip dari dokumen road map perasuransian.
Hingga saat ini aturan tersebut masih dikaji oleh Pemerintah. “Update saat ini memang untuk PP nya masih digodok oleh Kemenkeu yang merupakan pihak yang melakukan persiapan untuk pembentukan PP tersebut,” ujarnya dalam konferensi pers secara virtual, Jumat (13/12).
Nantinya, pihaknya akan berkoordinasi dengan industri terkait. “Kemenkeu sebagai pengatur kebijakan sektor keuangan, secara pararel kita siapkan regulasinya di POJK,” imbuhnya.
Menurutnya, terkait TPL perlu disadari bahwa ada kerugian yang belum terlindungi asuransi khususnya bagi pemilik kendaraan. Sehingga, Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Jasa Keuangan (UU P2SK) memungkinkan untuk mengatur terkait TPL tersebut.
Selain itu, kebijakan TPL juga dalam rangka untuk pendalaman pasar di industri asuransi itu sendiri dimana hingga Oktober 2024 aset perusahaan asuransi baru mencapai 5,32% dari GDP.
“Ini sangat rendah sekali. Jadi proteksi kepada pihak ketiga kendaraan bermotor dan peningkatan pendalaman pasar UU P2SK mengamanatkan adanya pengaturan asuransi wajib bentuk TPL,” sebutnya.
Namun, kata Ogi, perlu disadari bahwa konteks implementasi UU P2SK itu perlu adanya peraturan pemerintah dan juga kesiapan dari pada industri. Sehingga, adanya kolaborasi dan sinergi antara kebijakan sektor keuangan turunan P2SK melalui pembentukan Peraturan Pemerintah.
“Peraturan pelaksanaan dalam hal ini dilakukan OJK melalui POJK dan juga kesiapan industri mengeluarkan produk TPL,” pungkasnya.
Implementasi aturan ini akan dilakukan secara bertahap. Pemerintah akan memberikan waktu hingga tahun 2025 bagi para pemilik kendaraan untuk mempersiapkan diri. Selama periode transisi ini, sosialisasi dan edukasi akan digencarkan untuk memastikan masyarakat memahami pentingnya asuransi TPL. Selain itu, pemerintah juga akan bekerja sama dengan perusahaan asuransi untuk menyediakan produk yang terjangkau dan mudah diakses oleh seluruh lapisan masyarakat.
Tidak hanya itu, aturan ini juga akan dilengkapi dengan sanksi tegas bagi pemilik kendaraan yang tidak mematuhinya. Kendaraan yang tidak dilengkapi dengan asuransi TPL akan dikenakan denda atau bahkan tidak diperbolehkan untuk melakukan perpanjangan pajak kendaraan bermotor. Langkah ini diambil untuk memastikan kepatuhan dan efektivitas aturan tersebut.
Namun, kebijakan ini tidak lepas dari pro dan kontra. Sejumlah pihak mengapresiasi langkah pemerintah yang dinilai dapat meningkatkan keselamatan dan keadilan bagi korban kecelakaan. Di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa biaya asuransi TPL akan menjadi beban tambahan bagi pemilik kendaraan, terutama di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih pasca pandemi.
Menanggapi hal tersebut, pemerintah menegaskan bahwa harga premi asuransi TPL akan disesuaikan dengan kemampuan ekonomi masyarakat. Selain itu, skema pembayaran yang fleksibel juga akan ditawarkan untuk memudahkan pemilik kendaraan dalam memenuhi kewajiban tersebut.
Secara keseluruhan, aturan baru ini diharapkan dapat menjadi solusi jangka panjang dalam menciptakan sistem transportasi yang lebih aman dan bertanggung jawab. Dengan adanya asuransi TPL, tidak hanya korban kecelakaan yang terlindungi, tetapi juga pemilik kendaraan dapat terhindar dari risiko finansial yang besar akibat tuntutan ganti rugi. Pemerintah berkomitmen untuk terus memantau dan mengevaluasi implementasi aturan ini guna memastikan tujuan utamanya tercapai. (*/red)