Jakarta, ProLKN.id – Pemerintah Indonesia telah secara resmi menghapus keberadaan tenaga kerja non-Aparatur Sipil Negara (ASN) atau honorer di seluruh instansi pemerintah. Kebijakan ini diambil sebagai langkah strategis dalam rangka penataan dan reformasi sistem kepegawaian di lingkungan pemerintahan, yang selaras dengan amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN. Dalam undang-undang tersebut, diatur bahwa seluruh instansi pemerintah diharuskan untuk menyelesaikan penataan pegawai non-ASN paling lambat pada Desember 2024.
Deputi Bidang Sumber Daya Manusia Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Aba Subagja, menjelaskan bahwa penghapusan tenaga kerja non-ASN ini bertujuan untuk menciptakan sistem kepegawaian yang lebih profesional, transparan, dan berkeadilan.
Dalam kerangka kebijakan baru ini, pengangkatan tenaga kerja di instansi pemerintah akan dilakukan melalui skema Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Skema PPPK ini memberikan dasar hukum yang jelas dan mekanisme yang terstruktur bagi pengangkatan pegawai pemerintah.
“Kami dari KemenPANRB sudah betul-betul membuka peluang yang luar biasa, bahkan secara kebijakan 100% untuk non-ASN. Beberapa kebijakan itu selain tahap satu, ada juga tahap dua (PPPK),” ujar Aba Subagja dikutip dalam keterangannya Rabu (29/01/2025).
Bagi tenaga non-ASN yang terdaftar dalam database Badan Kepegawaian Negara (BKN), terdapat beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan. Mereka yang telah mengikuti seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) 2024 namun tidak lulus, serta mereka yang telah mengikuti seluruh tahapan seleksi PPPK tahap I tetapi tidak berhasil dalam seleksi kompetensi dasar, tidak perlu mendaftar ulang di seleksi PPPK tahap II. Sebagai bentuk penghargaan dan pengakuan terhadap pengalaman serta kontribusi mereka, individu-individu tersebut akan diangkat menjadi PPPK Paruh Waktu.
Dengan kebijakan ini, diharapkan dapat mengoptimalkan penggunaan sumber daya manusia di lingkungan pemerintahan, serta memberikan kesempatan yang adil bagi seluruh calon pegawai. Proses transisi ini juga diharapkan dapat mengurangi ketidakpastian yang selama ini dialami oleh tenaga honorer, serta memberikan perlindungan hukum yang lebih baik bagi mereka yang diangkat menjadi PPPK.
Aba juga mengingatkan bahwa para pekerja PPPK Paruh Waktu memiliki kesempatan untuk diangkat menjadi penuh waktu. Pengangkatan bergantung pada beberapa faktor. Seperti syarat administrasi, evaluasi kinerja, dan ketersediaan anggaran.
“Paruh waktu itu masa transisi saja karena suatu saat menjadi PPPK kalau paruh waktu ya bisa menjadi penuh waktu kalau kinerjanya bagus akan tetap dapat nomor induk PPPK,” ujarnya.
Pemerintah juga berkomitmen untuk menyediakan pelatihan dan pengembangan kompetensi bagi para PPPK, agar mereka dapat menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan lebih baik. Ini merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan kinerja aparatur pemerintah demi pelayanan publik yang lebih baik.
Secara keseluruhan, langkah pemindahan tenaga kerja dari skema non-ASN menjadi PPPK merupakan bagian dari transformasi birokrasi yang lebih besar, yang diharapkan dapat mendorong integritas, profesionalisme, dan efisiensi dalam pemerintahan. Dengan demikian, pemerintah berharap dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih baik bagi pegawai dan masyarakat secara keseluruhan, serta mendukung tujuan pembangunan nasional yang lebih luas.
(Abd/Tim)