Jakarta, ProLKN.id – Pemerintah Indonesia mengambil langkah signifikan dengan rencana menghapus klasifikasi beras yang selama ini terbagi menjadi kategori premium dan medium.
Kebijakan baru ini, yang merupakan arahan langsung dari Presiden Prabowo Subianto, akan mengganti sistem klasifikasi tersebut dengan dua kategori utama yaitu: beras biasa dan beras khusus.

Perubahan ini diharapkan dapat mengatasi praktik pengoplosan beras yang marak terjadi di pasaran dan memberikan kejelasan bagi konsumen.
Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, menjelaskan bahwa keputusan ini diambil sebagai respons terhadap temuan banyaknya produsen yang menjual beras kualitas medium dengan label premium.
“Beras ya beras, sudah. Tidak lagi premium dan medium,” tegas Zulkifli Hasan dalam pernyataannya usai rapat di Graha Mandiri, Jakarta, pada awak media Jumat, (25/07/2025) kemarin.
Ia menyoroti bahwa praktik ini merugikan konsumen karena beras yang dibeli tidak sesuai dengan label yang tertera. “Karena di kantongnya bagus mengilap, padahal isinya tidak sesuai, itu yang tidak boleh terjadi lagi,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Zulkifli Hasan juga menggarisbawahi adanya ketimpangan harga yang signifikan untuk jenis beras yang sama di pasaran. Perbedaan harga ini seringkali hanya disebabkan oleh kemasan yang berbeda, bukan karena perbedaan kualitas intrinsik beras itu sendiri.
“Kalau sekarang kita medium-premium, berasnya itu-itu juga. Tapi, ada yang Rp 12.500, ada yang Rp 13.000, ada yang Rp 18.000,” jelasnya, menggambarkan bagaimana konsumen bisa membayar lebih mahal untuk beras yang sebenarnya memiliki kualitas serupa.
Kategori beras khusus sendiri akan merujuk pada jenis beras tertentu yang memiliki karakteristik unik berdasarkan varietasnya. Beras-beras ini hanya dapat beredar di pasaran dengan izin resmi dari pemerintah. Beberapa contoh beras yang termasuk dalam kategori khusus ini adalah beras ketan, beras japonica, dan beras basmati.
Sebelumnya, klasifikasi beras premium dan medium telah diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 31/Permentan/PP.130/8/2017 tentang Kelas Mutu Beras. Peraturan ini menetapkan parameter mutu yang ketat, termasuk kadar air, tingkat sosoh, serta persentase butir patah dan menir.
Dalam aturan tersebut, beras premium hanya diizinkan memiliki maksimal 15 persen butir patah, sementara beras medium dapat memiliki hingga 25 persen butir patah. Kadar air maksimal yang ditetapkan untuk kedua kategori tersebut adalah 14 persen.
Perubahan klasifikasi ini diharapkan tidak hanya menekan praktik pengoplosan, tetapi juga menyederhanakan sistem penjualan beras secara keseluruhan.
Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi, menyatakan bahwa ke depan akan ada satu harga maksimal untuk beras, menggantikan sistem Harga Eceran Tertinggi (HET) yang sebelumnya terpisah untuk medium dan premium.
“Akan satu harga saja, maksudnya maksimum saja. Kalau kemarin kan ada HET medium, HET premium,” ujarnya.
Arief Prasetyo Adi juga menegaskan bahwa penghapusan klasifikasi premium dan medium tidak berarti kualitas beras akan menurun. Sebaliknya, ia menekankan bahwa beras yang beredar di pasaran harus tetap memiliki kualitas yang baik.
“Kualitasnya harus bagus. Nanti kan kalau merek, berarti orang akan preferensi merek berdasarkan pengalaman dia beli beras apa. Kalau yang sekarang itu beli premium, tapi isinya bukan premium,” katanya, menjelaskan bahwa konsumen akan lebih mengandalkan reputasi merek berdasarkan pengalaman pribadi mereka dalam memilih beras.
Langkah pemerintah ini juga mendapat sambutan positif dari para pedagang di pasar. Mereka sepakat bahwa penghapusan klasifikasi beras premium dan medium akan memudahkan transaksi dan mengurangi potensi kesalahpahaman dengan konsumen.
Dampak dari perubahan kebijakan ini terhadap harga beras secara umum masih menjadi perhatian. Beberapa pihak mengkhawatirkan apakah penghapusan klasifikasi ini akan berdampak pada kenaikan harga beras jenis Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP). Namun, pemerintah menegaskan bahwa tujuan utama dari kebijakan ini adalah menciptakan pasar yang lebih adil dan transparan bagi semua pihak.
Kebijakan baru ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk beras nasional dan memastikan bahwa konsumen mendapatkan kualitas beras yang sesuai dengan harga yang dibayarkan. Dengan penyederhanaan klasifikasi menjadi beras biasa dan khusus, diharapkan praktik penipuan melalui pengoplosan beras dapat diminimalisir secara efektif.
Presiden Prabowo Subianto sendiri secara tegas memberikan arahan untuk menyusun kebijakan beras baru yang dapat mencegah praktik penipuan.
Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam menjaga stabilitas dan kualitas pasokan pangan, khususnya beras, yang merupakan komoditas pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia.
Perubahan ini juga diharapkan dapat mendorong para petani untuk lebih fokus pada peningkatan kualitas dan varietas beras yang mereka hasilkan, tanpa perlu khawatir dengan persaingan yang tidak sehat akibat praktik pengoplosan. Dengan demikian, diharapkan ekosistem perberasan di Indonesia dapat menjadi lebih sehat dan berkelanjutan.
(Abd/Tim)