
Batam, ProLKN.id – Pengangguran merupakan masalah serius yang berdampak luas, baik bagi individu, masyarakat, maupun perekonomian negara. Penyebabnya kompleks, mulai dari kurangnya lapangan kerja hingga ketidaksesuaian kompetensi pencari kerja dengan kebutuhan pasar.
Potret Pengangguran adalah sebuah cermin kurangnya perhatian dan solusi yang serius dari pemerintah dalam menangani masalah tersebut. Di era saat ini pengangguran di Indonesia merupakan momok paling menakutkan yang sering dialami oleh generasi muda (Gen-Z) dalam mencari lapangan pekerjaan yang layak demi kehidupan yang baik dan sejahtera.
Diketahui sebelumnya pemerintah Indonesia memiliki target penurunan TPT (Tingkat Pengangguran Terbuka) pada RAPBN (Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) tahun 2025, namun target tersebut dinilai minim dan tidak sejalan dengan kondisi riil.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah angka pengangguran di Indonesia meningkat per Februari 2025 dengan jumlah pengangguran meningkat signifikan sebanyak 7,28 juta orang atau bertambah sekitar 83,45 ribu orang dibandingkan periode yang sama di tahun 2024.
BPS mencatat penurunan TPT pada perempuan terjadi sebesar 0,19 persen basis poin turun tipis dari 4,76 persen pada Februari 2024 menjadi 4,41 persen pada Februari 2025 dan sementara pada laki-laki, justru terjadi peningkatan TPT sebesar 0,02 persen basis poin.
Bila diklasifikasikan menurut wilayah, TPT di perkotaan per Februari 2025 tercatat turun menjadi 5,73 persen, dibandingkan Februari 2024 yang sebesar 5,89 persen. Sedangkan di pedesaan, TPT turun dari 3,37 persen menjadi 3,33 persen.
Dalam janji-janji politik kampanye, Gibran Rakabuming Raka pernah berjanji di debat calon wakil presiden (cawapres) Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI akan membuka 19 juta lapangan kerja di Indonesia, dengan 5 juta di antaranya merupakan pekerjaan ramah lingkungan atau green jobs.
Gibran sendiri mengatakan Hilirisasi pertanian, perikanan digital dan UMKM, kita lanjutkan pemerataan pembangunan yang tidak Jawasentris, genjot ekonomi kreatif dan UMKM serta ada 64 juta UMKM yang sumbang 61% untuk PDB, jika 4 langkah bisa dipenuhi Insya Allah akan terbuka 19 juta lapangan pekerjaan, klaim Gibran dalam pembukaan debat Cawapres, di Gedung JCC Senayan, Jakarta, Jumat (22/12/2023) lalu.
Namun disayangkan setelah menang dalam kontes Pilpres 2024 kemarin dan sah diangkat menjadi wakil presiden Indonesia, janji 19 juta lapangan pekerjaan yang pernah lontarkanya tersebut tidak sejalan dengan apa yang diharapkan oleh rakyat indonesia sampai saat ini.
Dalam laporan World Economic Outlook edisi April 2025 yang dirilis pada bulan lalu, International Monetary Fund (IMF) memproyeksikan angka pengangguran di Indonesia mencapai 5,0 persen pada tahun 2025, naik dari 4,9 persen pada tahun sebelumnya. Sedangkan Pada tahun 2026, angka ini diperkirakan oleh IMF akan kembali naik menjadi 5,1 persen.
Selain ramalan tingkat pengangguran naik, IMF juga memproyeksi pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada produk domestik bruto (PDB) Indonesia diperkirakan hanya tumbuh 4,7 persen pada 2025 dan 2026. Angka ini turun dari proyeksi sebelumnya sebesar 5,1 persen yang tercantum dalam laporan edisi Januari 2025.
Di sektor riil, kondisi semakin terpuruk, BPS melaporkan penurunan konsumsi rumah tangga pada kuartal I 2025, sebuah fenomena yang tak lazim terjadi selama Ramadan kemarin (2025), periode yang biasanya menjadi momentum peningkatan konsumsi. Penurunan daya beli masyarakat ini semakin diperparah dengan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor padat karya.
Maraknya sektor industri yang memilih mem-PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) karyawannya mulai tahun 2024 hingga awal 2025, lebih dari 88.000 pekerja kehilangan pekerjaan seperti contoh salah satu perusahaan yang terdampak signifikan adalah PT Sri Rejeki Isman (Sritex), yang merumahkan 10.000 karyawannya dengan alasan akibat krisis keuangan.
Di tengah kondisi ekonomi yang melemah, pemerintah justru berencana menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%. Kebijakan ini dinilai kontraproduktif oleh berbagai kalangan, karena berpotensi memperparah pelemahan daya beli dan menghambat ekspansi usaha.
Disisi lain, lesunya konsumsi rumah tangga juga menjadi faktor kunci yang membayangi perekonomian nasional. Konsumsi rumah tangga diketahui menyumbang lebih dari separuh Produk Domestik Bruto (PDB), tetapi kini pertumbuhannya stagnan, akibatkan masyarakat yang kehilangan pekerjaan otomatis kehilangan daya beli sehingga memperlemah roda ekonomi nasional secara menyeluruh.
Mengatasi jumlah pengangguran di Indonesia memang tidak semudah janji-janji politik, selain intropeksi pemerintah indonesia dalam hal ini sudah seharusnya melakukan langkah-langkah yang sigap dan cepat serta komprehensif dalam mengatasi jumlah pengangguran di indonesia yang terus meningkat.
Untuk menciptakan sebuah lapangan pekerjaan, pemerintah diharapkan tidak hanya fokus mengutamakan Program konsumsi Makan Gratis. Dalam hal ini sudah seharusnya pemerintah juga fokus dalam menciptakan lapangan kerja untuk mengurangi jumlah pengangguran di indonesia yang terus meningkat.
Mengalokasikan anggaran untuk pendidikan dan kebijakan ekonomi dalam negeri, diharapkan menjadi salah satu langkah penting untuk menambah kemampuan sumber daya manusianya dalam menghadapi era digital saat ini.
Langkah-langkah Penguatan kebijakan ekonomi yang harus segera dilakukan pemerintah indonesia adalah seperti:
- Pemerintah memprioritaskan penyelamatan sektor padat karya, seperti tekstil, alas kaki, furnitur, dan makanan-minuman. Insentif fiskal berupa pengurangan pajak, subsidi gaji, hingga pinjaman lunak bagi perusahaan yang mempertahankan pekerja dinilai dapat membantu menekan angka PHK.
- Optimalisasi belanja negara melalui proyek-proyek padat karya di daerah juga menjadi solusi strategis. Dana yang semula dialokasikan untuk proyek besar harus dialihkan untuk pembangunan infrastruktur lokal berskala kecil hingga menengah, seperti irigasi desa, sanitasi publik, dan jalan lingkungan.
- Dukungan bagi UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) serta sektor informal harus diperkuat. Sektor ini menyerap lebih dari 97% tenaga kerja di Indonesia, namun akses mereka terhadap pembiayaan dan pelatihan masih terbatas.
- Penguatan jaring pengaman sosial juga penting untuk mencegah peningkatan angka kemiskinan. Pemerintah perlu memberikan subsidi transportasi kerja, pelatihan vokasi (pendidikan) berbasis kebutuhan pasar lokal, hingga bantuan sosial bersyarat bagi keluarga terdampak PHK.
Mengatasi krisis Lapangan Pekerjaan yang di indonesia membutuhkan langkah yang cepat dan terukur. Pemerintah diharapkan mampu untuk mengalihkan fokus kebijakan ekonomi dari sekadar menjaga angka makro ekonomi menuju penguatan sektor-sektor yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.
Jika tidak segera ditangani dengan serius, lonjakan pengangguran ini tidak hanya akan menjadi persoalan ekonomi, tetapi juga menjadi dampak buruk pandangan dunia terhadap Pemerintah Indonesia. ***