ProLKN.id – Teknologi Kecerdasan Buatan Artificial Intelegence (AI) di prediksi akan mennghapus jumlah Populasi manusia di Bumi pada tahun 2300 nanti. Kecerdasan buatan (AI) juga bakal menghapus berbagai pekerjaan dan mengubah kota-kota besar menjadi kawasan tak berpenghuni.
Seorang Profesor ilmu komputer asal Amerika Serikat-India, Subhash Kak, memperkirakan bahwa tingginya biaya memiliki anak di masa depan akan diperparah oleh minimnya prospek pekerjaan yang tersedia ungkapnya saat wawancara kepada The Sun sebuah surat kabar tabloid Britania Raya.
Prof. Subhash Kak juga menyebut AI sebagai biang keladinya, yang menurutnya dimasa depan akan menggantikan segalanya yang biasa dikerjakan oleh manusia. Akibatnya, kota-kota besar dunia seperti New York dan London bisa berubah menjadi kota hantu, tambahnya.
“Keadaannya akan sangat buruk,” ujar Subhash Kak.

Subhash Kak memperkirakan populasi manusia akan menyusut hingga hampir setara dengan jumlah penduduk Inggris saat ini, yang diperkirakan mendekati 70 juta jiwa.
Penulis “Age of Artificial Intelligence” yang juga mengajar di Oklahoma State University itu mengatakan kepada The Sun:
“Komputer atau robot tidak akan pernah memiliki kesadaran. Tapi mereka akan mampu melakukan hampir semua hal yang kita lakukan, karena sebagian besar aktivitas manusia bisa digantikan oleh mereka.”
“Hampir semuanya, bahkan pengambilan keputusan di kantor, akan diambil alih oleh AI.”
“Ini akan menjadi bencana bagi masyarakat global.”
“Beberapa demografer memperkirakan, akibat dampak ini, populasi dunia akan runtuh drastis hingga tinggal hanya 100 juta orang di seluruh planet pada tahun 2300 atau 2380.”
“Dari 8 miliar menjadi hanya 100 juta.”
“Seluruh dunia akan berubah total.”
“Seperti yang saya bahas dalam buku saya, saya rasa banyak orang tidak menyadari apa yang akan terjadi.” ucapnya
“Kota-kota besar modern akan ditinggalkan jika populasi dunia hanya tersisa 100 juta orang — jumlah yang sedikit lebih besar dari penduduk Inggris saat ini.”
“Itu bukan sekadar opini pribadi. Saya punya semua data dalam buku ini.”
AI telah mengalami perkembangan pesat dalam beberapa tahun terakhir. Alat seperti ChatGPT, yang diluncurkan pada tahun 2022, kini menjadi instrumen penting bagi bisnis dan individu.
Namun, kemajuan ini juga menimbulkan kekhawatiran serius terhadap masa depan dunia kerja.
Mengutip news.com.au, pada bulan Maret lalu Menteri Keuangan Inggris Rachel Reeves menyatakan bahwa semakin banyak pekerjaan yang kini diambil alih oleh AI.
Pernyataan ini ia sampaikan saat mengumumkan rencana pengurangan pegawai negeri.
Prof. Kak mengatakan bahwa angka kelahiran akan terus menurun karena banyak orang enggan memiliki anak yang kemungkinan besar akan menganggur di masa depan.
“Saat ini orang-orang sudah berhenti punya anak. Tren ini terlihat jelas di Eropa, China, Jepang, dan penurunan tercepat saat ini terjadi di Korea,” katanya.
“Saya tidak mengatakan tren ini pasti terus berlanjut, tetapi akan sangat sulit untuk dibalik karena alasan sosial dan ekonomi.”
“Banyak orang punya anak karena berbagai alasan, termasuk alasan sosial.” ungkapnya.
“Tapi jika mereka merasa anak-anak itu tak akan punya masa depan atau pekerjaan, maka keinginan untuk punya anak akan semakin menurun.”
“Dan jika biaya membesarkan anak sangat mahal, seperti di Amerika Serikat sekarang, itu makin memperparah keadaan.”
Miliarder Elon Musk, pemilik Tesla dan platform X, menjadi salah satu orang yang meyakini bahwa AI dan rendahnya angka kelahiran bisa memicu kepunahan umat manusia.
Kepunahan dalam hal ini bisa disebabkan banyak hal, bukan hanya psikologis — mungkin ada penyakit baru, atau patogen yang diciptakan oleh ‘monster’ yang bisa memusnahkan manusia.”
“Karena itu, Musk menyarankan agar manusia menjelajahi luar angkasa dan membangun koloni baru.”
“Kalau Bumi terkena bencana besar, umat manusia bisa menanam kembali kehidupan dari sana.”
“Semua ini terdengar seperti fiksi ilmiah. Tapi tidak ada yang benar-benar tahu masa depan.”
“Yang pasti, krisis populasi sedang berlangsung di depan mata kita.” terang Subhash Kak.
Mengutip Euro News, sebuah penelitian dari University of Singapore menemukan bahwa sistem berbasis AI yang dikenal sebagai AI Companions dapat menimbulkan risiko berbahaya yang belum banyak diteliti sebelumnya.
Penelitian ini dipublikasikan dalam Konferensi Faktor Manusia dalam Sistem Komputasi 2025, dan menganalisis 35.000 percakapan antara AI Replika dan lebih dari 10.000 pengguna dari tahun 2017 hingga 2023.
Dari data tersebut, para peneliti mengembangkan taksonomi (pengelompokan) berbagai bentuk perilaku merugikan yang ditunjukkan oleh AI Companions.
Ditemukan bahwa sistem ini mampu melakukan lebih dari selusin perilaku hubungan yang berbahaya, antara lain pelecehan verbal, ajakan menyakiti diri sendiri, dan pelanggaran privasi.
Dalam studi tersebut, AI Companions didefinisikan sebagai sistem percakapan berbasis AI yang dirancang untuk memberikan dukungan emosional dan membangun kedekatan personal.
AI Companions berbeda dari chatbot populer seperti ChatGPT atau Gemini yang berfokus pada penyelesaian tugas-tugas tertentu dan tidak dirancang untuk membangun hubungan emosional.
Berkembangnya teknologi digital pendamping (AI) untuk manusia saat ini dan di masa depan dikhawatirkan akan memberikan dampak perilaku negatif pada kemampuan individu manusia dalam membangun dan mempertahankan hubungan pribadi maupun sosial.
(Tim)