Jakarta, ProLKN.id – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Indonesia dari 4,82 persen menjadi 4,76 persen pada periode Februari-Maret 2025. Angka ini, menurut BPS, menunjukkan adanya perbaikan dalam pasar tenaga kerja.
Namun, analisis lebih mendalam dari para ahli justru mengungkap adanya kontradiksi yang mengkhawatirkan: di balik penurunan persentase TPT, jumlah pengangguran secara absolut justru mengalami peningkatan.
Fenomena ini menjadi sorotan Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM), Qisha Quarina, SE.

Ia menekankan bahwa penurunan TPT yang dilaporkan BPS tidak serta merta menandakan membaiknya kondisi pasar tenaga kerja secara keseluruhan.
“Meskipun data menunjukkan tingkat pengangguran terbuka menurun, tetapi jumlah pengangguran secara absolut justru mengalami peningkatan,” ujar Qisha, mengutip laman resmi UGM. Minggu (10/08/2025).
Perhitungan TPT oleh BPS didasarkan pada proporsi jumlah penganggur terhadap jumlah angkatan kerja. Dengan kata lain, jika jumlah angkatan kerja meningkat lebih pesat daripada jumlah penganggur, persentase TPT bisa menurun meskipun jumlah orang yang menganggur bertambah.
“Perhitungan yang digembar-gemborkan pemerintah, yaitu pengangguran yang akan/dalam proses mencari kerja. Data orang yang bekerja dari sebelumnya menganggur, semakin banyak. Namun, total jumlah pengangguran masih tetap banyak,” jelas Qisha.
Data menunjukkan bahwa per Februari 2025, jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 7,28 juta orang. Angka ini merupakan peningkatan yang signifikan dari periode sebelumnya.
Dari total tersebut, sekitar 3,6 juta orang di antaranya adalah pengangguran usia muda, yang merupakan kelompok usia produktif dan krusial bagi pembangunan ekonomi bangsa.
Peningkatan jumlah pengangguran ini diduga kuat dipicu oleh gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal yang terjadi di berbagai sektor.
Indonesia Tertinggi di Asia Tenggara
Lebih mengkhawatirkan lagi, angka pengangguran di Indonesia per Februari-Maret 2025, yang tercatat sebesar 4,76 persen, menempatkan Indonesia sebagai negara dengan persentase pengangguran tertinggi di Asia Tenggara. Laporan dari Trading Economics menyoroti perbandingan ini, menunjukkan bahwa Indonesia masih kalah bersaing dengan negara-negara tetangga.
Sebagai perbandingan, Brunei Darussalam tercatat memiliki TPT sebesar 4,7 persen pada Desember 2024. Filipina, dengan jumlah penduduk yang mendekati Indonesia, memiliki angka pengangguran 3,7 persen per Juni 2025. Malaysia hanya mencatat 3 persen pengangguran per Mei 2025.
Sementara itu, Vietnam, yang memiliki populasi hampir 100 juta jiwa, hanya memiliki angka pengangguran sebesar 2,24 persen per Juni 2025. Singapura bahkan hanya 2,1 persen per Juni 2025.
Negara-negara lain seperti Timor Leste (1,6%), Laos (1,2%), Thailand (0,89%), dan Kamboja (0,27%) juga menunjukkan tingkat pengangguran yang jauh lebih rendah dibandingkan Indonesia.
Berikut adalah urutan 11 negara dengan persentase pengangguran terbanyak di Asia Tenggara per data terbaru yang dirangkum:
- Indonesia – 4,76% (per Februari-Maret 2025)
- Brunei – 4,7% (per Desember 2024)
- Filipina – 3,7% (per Juni 2025)
- Myanmar – 3% (per Desember 2024)
- Malaysia – 3% (per Mei 2025)
- Vietnam – 2,24% (per Juni 2025)
- Singapura – 2,1% (per Juni 2025)
- Timor Leste – 1,6% (per Desember 2024)
- Laos – 1,2% (per Desember 2024)
- Thailand – 0,89% (per Maret 2025)
- Kamboja – 0,27% (per Desember 2024)
Data BPS juga menunjukkan variasi TPT antar provinsi di Indonesia. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih rinci mengenai sebaran pengangguran di seluruh wilayah Indonesia, dapat merujuk pada tabel statistik Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Provinsi yang disediakan oleh BPS.
Selain itu, BPS juga mempublikasikan data Tingkat Pengangguran Terbuka Berdasarkan Tingkat Pendidikan, yang memungkinkan analisis lebih lanjut mengenai korelasi antara jenjang pendidikan dengan tingkat pengangguran.
Berdasarkan data historis, TPT pernah tercatat sebesar 4,99 persen pada Februari 2020, kemudian turun menjadi 5,83 persen pada Februari 2022, lalu 5,45 persen pada Februari 2023, dan 4,91 persen pada November 2024. Sementara itu, rata-rata upah buruh tercatat sebesar Rp 2,89 juta per bulan pada Februari 2022, naik menjadi Rp 2,94 juta per bulan pada Februari 2023, lalu Rp 3,04 juta per bulan pada Mei 2024, Rp 3,27 juta per bulan pada November 2024, dan terakhir Rp 3,09 juta rupiah per bulan pada Mei 2025.
Penciptaan Lapangan Kerja dan Tantangan ke Depan
Meskipun menghadapi tantangan peningkatan jumlah pengangguran absolut, pemerintah melalui berbagai program terus berupaya menciptakan lapangan kerja baru. Tercatat ada sekitar 3,59 juta lapangan kerja baru yang tercipta di tahun 2025, sebuah upaya yang patut diapresiasi.
Namun, laju penciptaan lapangan kerja ini perlu terus ditingkatkan agar mampu menyerap seluruh angkatan kerja yang terus bertambah setiap tahunnya.
Kondisi pasar tenaga kerja Indonesia saat ini memerlukan perhatian serius dari berbagai pihak. Penurunan TPT secara persentase tidak boleh menjadi satu-satunya indikator keberhasilan.
Pemerintah perlu segera merumuskan kebijakan yang lebih komprehensif untuk mengatasi akar masalah peningkatan jumlah pengangguran absolut, terutama di kalangan usia muda, serta memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi benar-benar mampu menciptakan lapangan kerja yang berkualitas dan berkelanjutan bagi seluruh rakyat Indonesia.
(*/red)