Batam, ProLKN.id – Aktivitas penambangan ilegal di wilayah Kecamatan Nongsa, Batam Kepulauan Riau (Kepri) kembali menjadi sorotan publik. Berdasarkan pantauan di lapangan, suara gemuruh mesin alat berat terdengar jelas dari kejauhan, tepat di pinggir Jalan Hang Tuah Sambau. Sebuah excavator breaker terlihat mengeruk bukit batu tanpa henti pada Sabtu (09/08/2025).
Debu tebal beterbangan, sementara truk-truk pengangkut batu keluar-masuk lokasi tambang seolah tak gentar akan tindakan aparat penegak hukum.
Hasil penelusuran di lapangan menunjukkan bahwa aktivitas ini telah berlangsung selama beberapa hari. Warga sekitar mengaku sudah sering melihat kegiatan tersebut, namun merasa prihatin karena tidak pernah melihat adanya tindakan tegas dari pihak berwenang.
“Kadang polisi lewat, tapi tidak berhenti. Kami jadi bertanya-tanya, apakah mereka tidak tahu ini ilegal, atau pura-pura tidak tahu?” ujar seorang warga yang enggan disebutkan namanya, Sabtu (09/08/2025).
Lebih lanjut, di lokasi tambang tersebut tidak terlihat adanya papan izin tambang atau tanda legalitas lainnya. Padahal, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, setiap kegiatan penambangan wajib memiliki izin resmi dan memenuhi standar lingkungan yang berlaku.
Dalam pantauan tersebut, seorang pria yang diketahui berinisial FH, yang mengaku sebagai koordinator, sempat berkomentar kepada rekan media.
“Kerjaan ini baru mulai dan meminta jangan diganggu dulu,” ungkapnya.
Pernyataan ini menimbulkan pertanyaan lebih lanjut mengenai status dan legalitas aktivitas yang sedang berjalan.
Sejumlah sumber yang enggan disebutkan namanya menyebutkan bahwa aktivitas tambang ini diduga melibatkan jaringan pemodal yang kuat dengan dukungan “beking” yang kuat pula.
Hal ini diduga menjadi alasan mengapa aparat penegak hukum terkesan enggan untuk bertindak. Selain itu, bebatuan hasil pengerukan dikabarkan dijual dengan harga bervariasi, mulai dari Rp 800 ribu hingga Rp 1 juta per truk.
Menurut warga sekitar, jika pembiaran terhadap aktivitas ilegal ini terus berlanjut, kerusakan ekosistem di wilayah Nongsa akan semakin parah. Dampak yang dikhawatirkan meliputi tanah longsor, terganggunya aliran air, serta penyebaran debu yang dapat mengancam kesehatan warga.
Keberadaan aktivitas ini di dekat Tempat Pemakaman Umum (TPU) Kampung Jabi Nongsa juga menimbulkan keprihatinan tersendiri, menunjukkan ketidakpedulian pelaku terhadap nilai-nilai sosial dan lingkungan.
Ironisnya, meskipun bukti pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan terlihat jelas di lapangan, hingga berita ini diturunkan, pihak kepolisian maupun instansi terkait belum memberikan keterangan resmi mengenai penertiban aktivitas tambang pasir ilegal ini.
Aktivitas penambangan pun terus berjalan, meninggalkan pertanyaan besar di benak masyarakat: siapa yang sebenarnya diuntungkan dari semua ini?
(Sachroddin)