Jakarta, ProLKN.id – Wakil Kepala Badan Gizi Nasional, Nanik Sudaryati Deyang, dengan tegas dan detail menyampaikan bahwa salah satu regulasi krusial yang tertuang secara eksplisit dalam peraturan presiden terkait penyelenggaraan tata kelola program makan bergizi gratis (MBG) adalah adanya larangan mutlak yang diberlakukan bagi seluruh unit dapur penyedia makanan atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) untuk tidak memasak hidangan sebelum pukul 12 malam.
Hal ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa makanan yang disajikan kepada penerima manfaat memiliki kualitas terbaik, terjaga kehigienisannya, dan terhindar dari risiko keamanan pangan akibat penyimpanan terlalu lama sebelum distribusi.

Adapun pihak Badan Gizi Nasional (BGN) secara resmi menegaskan bahwa peraturan presiden ini telah sepenuhnya selesai disusun dan difinalisasi melalui proses pembahasan yang intensif, serta dalam waktu dekat akan segera dilakukan sosialisasi menyeluruh kepada seluruh stakeholder terkait, termasuk para mitra pelaksana program di berbagai daerah, guna memastikan penerapan aturan tersebut berjalan efektif dan konsisten di lapangan.
“Salah satu contoh tata kelola yang kecil saja, satuan pelayanan pemenuhan gizi enggak boleh lagi memasak di bawah pukul 12 malam. Pukul 10 malam itu enggak boleh, masaknya harus pukul dua pagi,” kata Nanik dengan penuh penekanan saat memberikan keterangan pers seusai acara pelaporan dan penyampaian kinerja satu tahun Kementerian Koordinator Bidang Pangan yang berlangsung secara resmi di kompleks perkantoran pemerintah Jakarta, pada Rabu (22/10/2025).
Ia menegaskan bahwa ketepatan waktu memasak ini bukan hanya terkait aspek teknis operasional, melainkan juga bagian dari upaya strategis untuk menjamin makanan tetap segar, aman dikonsumsi, dan memenuhi standar gizi yang telah ditetapkan oleh BGN sebagai lembaga pengawas utama program tersebut.
Nanik menjelaskan lebih lanjut bahwa dapur penyedia MBG alias Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) juga wajib memasak sesuai urutan atau *batch* pembagian penerima manfaat di sekolah, mulai dari tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA), sebagai bentuk penyesuaian terhadap kebutuhan waktu distribusi yang berbeda-beda sesuai jadwal sekolah masing-masing.
Hal ini dilakukan untuk menghindari risiko makanan terlalu lama menunggu sebelum disajikan, yang berpotensi menurunkan kualitas dan keamanan pangan.
“Misalnya *batch* satu itu dikirim pagi untuk anak-anak TK, itu masak sendiri. Kalau dikirim untuk anak-anak SD yang agak siang, nanti dimasak sendiri. Ini contoh yang masuk dalam Perpres Tata Kelola MBG,” papar Nanik.
Menurut Nanik, pendekatan ini tidak hanya meningkatkan efisiensi logistik, tetapi juga meminimalkan pemborosan bahan makanan akibat ketidaksesuaian antara waktu produksi dan jadwal pemberian kepada penerima manfaat.
Selain itu, dalam rangka memperbaiki tata kelola program secara holistik, Badan Gizi Nasional juga menindak tegas mitra-mitra penyedia layanan yang terbukti tidak menjalankan standar operasional prosedur atau SOP yang telah ditetapkan dengan ketat.
Nanik menegaskan bahwa sanksi administratif berupa penghentian sementara operasional dapur akan diberlakukan tanpa toleransi bagi pelaku pelanggaran, terutama yang berpotensi membahayakan kesehatan peserta program.
“Kemudian kepada para mitra juga kami tegas, kami katakan kalau terjadi hal-hal yang tidak kami inginkan seperti sekarang atau kemarin-kemarin, kami akan tindak, kami tutup dapurnya untuk jangka waktu yang sampai selesai kami melakukan evaluasi,” ujar Nanik.
Menurut Nanik, berdasarkan data terbaru yang dihimpun oleh BGN per Oktober 2025, lembaga tersebut telah menutup sebanyak 112 SPPG bermasalah yang terbukti melanggar ketentuan teknis maupun prosedural dalam penyelenggaraan program MBG.
“Dari total ini yang menyatakan siap dibuka lagi 13 SPPG, tapi kami mau cek lagi secara mendetail untuk memastikan semua perbaikan telah memenuhi standar yang ditetapkan,” tutur dia, seraya mengingatkan bahwa proses verifikasi ulang dilakukan dengan ketat guna menghindari kejadian serupa di masa depan.
Nanik menjelaskan secara rinci bahwa SPPG yang ingin diperbolehkan beroperasi kembali harus memenuhi sejumlah syarat teknis dan administratif yang sangat ketat. Beberapa syarat utama tersebut di antaranya wajib memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SHLS) yang diterbitkan oleh dinas kesehatan setempat, sertifikasi Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) sebagai bukti penerapan sistem analisis risiko keamanan pangan, sertifikasi halal dari lembaga resmi, hingga sertifikasi kelayakan air bersih yang digunakan dalam proses memasak.
Dia menekankan bahwa semua dapur penyedia MBG harus sepenuhnya sesuai dengan petunjuk teknis yang telah ditetapkan oleh BGN, termasuk dalam hal infrastruktur, alat produksi, hingga kualifikasi tenaga kerja yang terlibat.
Adapun berdasarkan hasil investigasi mendalam yang dilakukan oleh tim Badan Gizi Nasional, masih banyak ditemukan dapur-dapur penyedia MBG yang ruang pemorsiannya belum dilengkapi dengan sistem pendingin ruangan yang memadai.
Nanik mengatakan kondisi ini berpotensi membuat makanan cepat basi akibat paparan suhu lingkungan yang tidak terkontrol, sehingga berisiko menimbulkan masalah kesehatan seperti keracunan makanan bagi anak-anak penerima manfaat. Oleh karena itu, Nanik mengingatkan kepada seluruh SPPG untuk segera melakukan perbaikan infrastruktur, khususnya pemasangan pendingin ruangan di area penyimpanan sementara makanan sebelum distribusi.

Lebih jauh, Nanik menambahkan bahwa setiap dapur penyedia MBG juga wajib melakukan proses epoksi, atau melapisi permukaan lantai dengan material khusus supaya lebih kuat, tahan terhadap air, serta mudah dibersihkan sehingga tetap higienis, sekaligus mencegah terjadinya kecelakaan akibat lantai licin yang disebabkan oleh tumpahan minyak atau cairan lain selama proses memasak berlangsung.
“Kenapa harus diepoksi? Supaya kuman-kuman dari bawah ini tidak naik. Kemudian, tempat pencucian ompreng harus terpisah dengan pencucian sayur dan sebagainya, itu sekarang yang kami tegakkan,” kata Nanik, yang juga menjelaskan bahwa pemisahan area pencucian ini bertujuan untuk menghindari kontaminasi silang antar bahan makanan yang dapat mengurangi kualitas keamanan pangan.
Sebelumnya, Kepala BGN Dadan Hindayana dalam kesempatan terpisah mengatakan bahwa peraturan presiden tentang program makan bergizi gratis telah rampung disusun secara komprehensif dan tinggal diterbitkan secara resmi oleh pemerintah pusat dalam waktu dekat.
“Sudah beres. Tinggal dibagikan,” kata Dadan saat memberikan keterangan pers di Istana Kepresidenan Jakarta (20/10/2025) lalu.
Ia menuturkan bahwa perpres tersebut memuat berbagai sanksi administratif yang jelas dan tegas bagi dapur makan gratis yang melanggar prosedur operasional, termasuk penghentian sementara hingga pencabutan izin kerja jika pelanggaran berulang terjadi.
Namun Dadan menegaskan bahwa sanksi tersebut sebetulnya sudah berlaku secara praktis bahkan sebelum perpres resmi diterbitkan, sebagai upaya preventif untuk menertibkan pelaksanaan program yang sempat bermasalah di beberapa wilayah.
“(Sanksi) administratif. Kan menghentikan operasional. Sekarang itu ada 106 yang dihentikan operasionalnya, baru 12 yang kami rilis lagi,” pungkas Dadan.
Menurutnya, evaluasi terus-menerus terhadap kinerja mitra pelaksana program menjadi kunci utama dalam memperbaiki tata kelola MBG agar dapat memberikan manfaat optimal bagi seluruh penerima manfaat di seluruh nusantara.
(Abd/Tim)
















