Batam, ProLKN.id – Kapal MT Federal II kembali meledak secara tragis di kawasan galangan kapal PT ASL Shipyard yang berlokasi di Tanjung Uncang, Batam, pada Rabu pagi (15/10/2025) sekitar pukul 09.30 WIB.
Ledakan kedua yang terjadi di kapal tersebut menewaskan 10 pekerja yang sedang bertugas melakukan perbaikan struktural dan sistem kelistrikan di atas dek kapal, sementara 21 orang lainnya mengalami luka-luka berat dan ringan yang langsung dilarikan ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan penanganan medis darurat.
Peristiwa ini terjadi tepat empat bulan setelah insiden serupa melanda kapal yang sama, sehingga memicu kekhawatiran serius terkait prosedur keselamatan kerja dan upaya pencegahan yang dilakukan pihak terkait.
Peristiwa ledakan kedua ini menimbulkan pertanyaan besar dan kritik keras dari publik, karena kapal MT Federal II tersebut sebelumnya juga pernah meledak pada 24 Juni 2025 lalu, yang mengakibatkan empat nyawa hilang di lokasi kejadian.

Yang menjadi sorotan utama adalah keputusan penyidik untuk tidak menyita kapal sebagai barang bukti dalam kasus ledakan pertama, padahal kapal tersebut diduga memiliki potensi risiko yang belum sepenuhnya diatasi. Hal ini memunculkan kecurigaan apakah prosedur investigasi sebelumnya telah dilakukan secara maksimal atau justru ada celah kesalahan dalam penanganan kasus awal yang berujung pada tragedi berulang.
Kapolresta Barelang Kombes Pol Zaenal Arifin menjelaskan secara detail bahwa keputusan untuk tidak menyita kapal MT Federal II saat kejadian pertama diambil setelah melalui pertimbangan mendalam dari segi aspek teknis operasional dan efisiensi penyidikan.
Menurutnya, kapal yang tidak disita bukanlah keputusan sembarangan, melainkan berdasarkan analisis menyeluruh terhadap urgensi penyitaan dalam konteks hukum dan ketersediaan bukti yang telah terdokumentasi.
“Jadi gini, dalam proses memutuskan ini barang bukti itu diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana secara jelas dan tegas. Ada kewenangan penyidik di situ, juga dengan Pasal 5 dan 7 KUHAP itu untuk menentukan mana yang layak untuk dijadikan barang bukti yang sah menurut hukum. Itu kewenangan penyidik yang harus dijalankan dengan pertimbangan matang, bukan secara impulsif,” ujar Zaenal kepada wartawan, Kamis (16/10/2025).
Ia menegaskan bahwa setelah proses olah tempat kejadian perkara (TKP) rampung dan seluruh data, foto, serta bukti fisik terkait ledakan pertama telah terkumpul secara lengkap, kapal tersebut secara prosedural dapat dikembalikan kepada pihak pemilik untuk dilanjutkan proses perbaikannya.
“Betul, pertanyaan muncul, kenapa enggak disita kapal ini? Nah, persoalan adalah, kembali lagi, prinsip daripada proses penanganan tindak pidana itu adalah efektif dan efisien. Kalau kapal disita, maka kita harus memikirkan aspek pengawasan harian, keamanan ekstra, hingga biaya perawatan yang sangat tinggi, sementara bukti utama seperti hasil olah TKP dan keterangan saksi sudah tercatat,” paparnya.
Menurut Zaenal, penyitaan kapal juga berpotensi mengganggu operasional galangan kapal yang berdampak pada kerugian ekonomi bagi perusahaan dan ribuan pekerja yang bergantung pada proyek tersebut.
Namun, keputusan tersebut kini menuai sorotan tajam dari berbagai kalangan, terutama setelah kapal yang sama kembali meledak untuk kedua kalinya dengan korban jiwa yang jauh lebih banyak dibanding insiden sebelumnya. Banyak pihak mempertanyakan apakah evaluasi pasca-ledakan pertama telah dilakukan secara menyeluruh atau justru ada kelalaian dalam penerapan rekomendasi keselamatan.
Zaenal menyebut, 10 korban tewas dalam peristiwa terbaru ini adalah pekerja yang berasal dari perusahaan subkontraktor (sub-contractor) yang sedang mengerjakan proyek perbaikan kapal MT Federal II pada hari kejadian.
“Jadi untuk 10 orang almarhum ini adalah karyawan dari sub-con yang bekerja, yang sedang mengerjakan proyek pengerjaan perbaikan kapal MT Federal II. Mereka merupakan tenaga ahli di bidang las dan perbaikan mesin yang ditugaskan oleh perusahaan subkontraktor terkait,” kata Zaenal.
Menurutnya, proses identifikasi jenazah telah dilakukan secara teliti dan sistematis di RS Bhayangkara Polda Kepri dengan melibatkan tim forensik dan dokter spesialis untuk memastikan keakuratan data.
Dari 10 korban yang meninggal dunia, delapan di antaranya telah berhasil diidentifikasi dan dipulangkan ke kampung halaman masing-masing untuk dimakamkan secara layak, sementara dua korban lainnya dimakamkan di Batam dan difasilitasi sepenuhnya oleh Polresta Barelang guna memperlancar proses pemakaman serta memberikan dukungan psikologis bagi keluarga korban.
Polisi kini telah memeriksa enam saksi dari pihak main-contractor (main-con) ASL Marine Shipyard dan beberapa subkontraktor lain secara maraton selama dua hari berturut-turut untuk mengumpulkan informasi terkait prosedur kerja, izin operasional, hingga potensi kelalaian yang mungkin terjadi.
Selain itu, pihak kepolisian juga menunggu kedatangan tim Laboratorium Forensik Mabes Polri yang dijadwalkan tiba pada akhir pekan ini untuk melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) secara lebih mendalam, termasuk analisis sisa-sisa ledakan dan pemeriksaan material yang diduga menjadi pemicu insiden.
“Kita juga sudah koordinasi dengan Laboratorium Forensik Mabes Polri untuk melakukan olah TKP. Kita masih menunggu jadwal dari laboratorium, personel dari Laboratorium Forensik Mabes Polri yang akan membawa peralatan khusus untuk memastikan akar masalah ledakan ini,” ujar Kapolresta Barelang.
Sementara itu, penyidikan terhadap ledakan pertama pada Juni lalu masih berjalan aktif dan berkas kasusnya telah dikirim ke pihak kejaksaan sejak minggu lalu untuk dilakukan penelitian kelengkapan berkas.
“Kita masih menunggu jawaban dan tanggapan resmi dari jaksa penuntut umum. Apabila berkas tersebut dinyatakan lengkap sesuai persyaratan hukum, maka kita akan segera memproses tahap dua, yaitu melimpahkan tersangka beserta barang bukti yang relevan ke kejaksaan untuk dilanjutkan ke proses pengadilan,” tutup Zaenal dengan nada serius, menegaskan komitmen kepolisian dalam menuntaskan dua kasus ledakan yang melibatkan kapal yang sama ini.
Dia juga menambahkan bahwa pihaknya akan terus memperketat pengawasan terhadap aktivitas di galangan kapal untuk mencegah terulangnya insiden serupa di masa depan.
(*/red)