Jakarta, ProLKN.id – Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat (Menko PM) Muhaimin Iskandar atau Cak Imin mengatakan bahwa Kamboja bukan tempat aman untuk pekerja migran Indonesia, karena kondisi di sana jauh dari menjadi tujuan yang layak dan terlindungi bagi warga negara kita yang bekerja secara harian di luar negeri.
Hal itu disampaikannya secara tegas terkait semakin banyaknya Warga Negara Indonesia (WNI) yang terjebak dalam situasi sulit di Kamboja, bahkan belakangan ini banyak di antaranya yang berusaha kabur dari tempat kerja mereka karena mengalami ancaman, eksploitasi, dan perlakuan tidak manusiawi.
Ia menegaskan bahwa pemerintah RI terus mengampanyekan dan menyosialisasikan secara massif bahwa Kamboja bukan tempat aman untuk pekerja migran kita, terutama karena belum terbangunnya sistem perlindungan yang komprehensif, terstruktur, dan berkelanjutan dari pihak pemerintah Kamboja maupun dalam kerangka kerja sama bilateral yang memadai.
Kementerian P2MI sudah berkali-kali membuat rilis resmi yang menyatakan secara tegas bahwa Kamboja belum memenuhi standar keamanan, hukum, dan perlindungan bagi tenaga kerja migran Indonesia, karena belum memiliki sistem perlindungan utama yang terintegrasi dan dapat diandalkan, sehingga risiko menjadi korban perdagangan manusia, pelecehan, penahanan secara ilegal, dan eksploitasi ekonomi sangat tinggi.
“Kita terus mengampanyekan dan menyosialisasikan bahwa Kamboja bukan tempat aman untuk pekerja. Buat pekerja migran kita. Kementerian P2MI sudah berkali-kali membuat rilis bahwa Kamboja bukan tempat tujuan untuk pekerja migran, karena belum ada sistem yang menjadi bagian dari perlindungan utama,” kata Imin di kantornya, Jakarta Pusat, Senin (27/10/2025).
Bagi WNI yang sudah terlanjur berada di negara itu, Imin secara khusus meminta agar mereka segera berkomunikasi dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) setempat, tanpa menunda-nunda. Ia menegaskan bahwa KBRI Kamboja siap membuka diri secara penuh untuk menerima laporan, pengaduan, serta permohonan bantuan dari WNI yang mengalami kesulitan, terancam keamanan, atau membutuhkan perlindungan hukum.
Ia juga menekankan bahwa KBRI tidak hanya berperan sebagai wakil pemerintah RI, tetapi juga sebagai saluran utama bagi WNI untuk mendapatkan dukungan, bantuan hukum, bantuan logistik, hingga proses pemulangan yang aman dan terkoordinasi. Ia mengingatkan bahwa setiap WNI di luar negeri memiliki hak yang sama untuk mendapatkan perlindungan dari negara asal mereka, dan pemerintah tidak akan tinggal diam jika ada warga negaranya yang terancam keselamatan atau kebebasan pribadi. Ia menekankan pentingnya koordinasi antara KBRI, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Ketenagakerjaan, serta Kementerian P2MI agar semua laporan bisa ditangani secara cepat, transparan, dan berbasis data yang valid.

Berdasarkan data resmi dari Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Ketenagakerjaan, saat ini terdapat lebih dari 100 ribu warga negara Indonesia yang sedang bekerja di Kamboja, baik secara formal maupun informal. Jumlah ini mencakup pekerja di sektor industri manufaktur, perkebunan, pembangunan infrastruktur, serta pekerja yang menopang kebutuhan sehari-hari seperti rumah makan, warung, dan usaha kuliner yang menjual makanan khas Indonesia.
Bahkan, di beberapa wilayah di Kamboja, khususnya di daerah perkotaan dan kawasan industri, sudah banyak ditemukan restoran dan warung yang menjual makanan tradisional Indonesia seperti Soto Lamongan, Rujak Cingur, dan Pecel Madiun, yang menjadi bukti nyata bahwa pekerja migran kita telah membentuk komunitas kecil yang aktif di sana.
Sehingga, kata Imin, angka 100 ribu itu tidak hanya mencakup pekerja langsung di pabrik atau konstruksi, tetapi juga mencakup pekerja pendukung yang secara tidak langsung menjadi bagian dari ekosistem ekonomi lokal yang dibangun oleh WNI.
“Baik yang bekerja di sektor tertentu maupun yang men-support makanannya, konsumsi hariannya, Makanya di sana ada Soto Lamongan, ada Rujak Cingur, ada Pecel Madiun. Ada di sana. Sehingga 100 ribu itu termasuk supporting dari pekerja kita, karena itu ini KBRI terus berkoordinasi agar warga kita di sana tidak menjadi korban dari trafficking,” ujarnya.
menekankan bahwa keberadaan komunitas kuliner Indonesia yang kaya ini justru menjadi indikator bahwa jumlah WNI di Kamboja jauh lebih besar dari yang diperkirakan, dan dengan demikian risiko terhadap mereka pun meningkat secara signifikan.
Sebelumnya, sebanyak 86 warga negara Indonesia ditangkap oleh kepolisian Kamboja usai melakukan aksi berontak dan melarikan diri dari perusahaan penipuan daring atau online scam yang berlokasi di Kota Chrey Thum, Provinsi Kandal. Peristiwa itu terjadi pada 17 Oktober lalu, menandai eskalasi serius dalam situasi keselamatan pekerja migran Indonesia di negara tersebut.
Direktur Pelindungan WNI Kementerian Luar Negeri RI, Judha Nugraha, mengungkapkan bahwa kerusuhan tersebut dipicu oleh kondisi buruk di dalam fasilitas kerja, termasuk pemaksaan kerja berlebihan, pengurangan upah, teror psikologis, dan ancaman kekerasan fisik yang dilakukan oleh para pengelola perusahaan ilegal. Menurutnya, para WNI yang ditahan sebagian besar telah menjadi korban dari sistem penipuan yang mengelabui mereka dengan janji kerja yang menarik, namun ternyata adalah jebakan untuk memaksa mereka bekerja di jaringan scam digital yang melibatkan penipuan finansial, peretasan data, dan penipuan investasi secara online.
Judha menuturkan dari 86 WNI yang diamankan kepolisian, empat di antaranya ditahan otoritas Kamboja karena diduga melakukan kekerasan terhadap sesama WNI, yang kemungkinan terjadi akibat ketegangan emosional dan tekanan psikologis yang sangat besar selama menjalani kerja paksa dalam kondisi terisolasi.
Ia menegaskan bahwa pihak kepolisian Kamboja sedang melakukan penyelidikan mendalam terhadap kasus tersebut, dan pemerintah RI akan terus memantau perkembangannya secara intensif.
Pada 18 Oktober, sebanyak 13 WNI tambahan diamankan oleh pihak kepolisian Kamboja, yang kemudian mengangkat jumlah total WNI yang ditangkap menjadi 110 orang. Kejadian ini menunjukkan bahwa kasus tersebut bukan hanya terjadi secara terpisah, melainkan merupakan bagian dari pola sistematis yang melibatkan jaringan ilegal yang menarik tenaga kerja dari berbagai negara, termasuk Indonesia.
Pemerintah RI kini sedang mempercepat upaya diplomasi lintas kementerian untuk menuntut pemulangan seluruh WNI yang ditahan secara manusiawi, memberikan akses hukum yang adil, serta memastikan bahwa mereka tidak lagi disiksa atau dipaksa untuk bekerja.
Imin menegaskan bahwa pemerintah akan terus melakukan tekanan diplomatis terhadap pemerintah Kamboja agar mengakui tanggung jawab terhadap perlindungan pekerja migran, serta segera menyelesaikan semua kasus yang melibatkan WNI secara transparan dan tanpa bias.
Dia juga mengingatkan kepada masyarakat Indonesia, khususnya para calon pekerja migran, agar tidak tergiur dengan penawaran kerja di negara-negara yang belum memiliki perjanjian perlindungan tenaga kerja yang jelas, seperti Kamboja, karena risiko yang dihadapi jauh melampaui potensi keuntungan yang ditawarkan.
(*/red)
















