Batam, ProLKN.id – Tersangka kasus tindak pidana korupsi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) jasa pemanduan dan penundaan kapal Ahmad Jauhari (tengah) digiring oleh petugas menuju mobil tahanan di Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam, Kepulauan Riau, Kamis (23/10/2025).
Kejaksaan Negeri Batam menerima pelimpahan tahap dua dari Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau dengan tersangka Lisa Yulia dan Ahmad Jauhari selaku Direktur dan Direktur Operasional PT Bias Delta Pratama dalam kasus korupsi PNBP jasa pemanduan dan penundaan kapal di wilayah Batam tahun 2015.
Penangkapan tersebut merupakan bagian dari rangkaian penyelidikan yang telah berlangsung selama hampir satu dekade, dimulai sejak munculnya indikasi adanya penyalahgunaan dana PNBP pada tahun 2015.
Pada awal penyelidikan, tim investigators melakukan audit menyeluruh terhadap dokumen keuangan PT Bias Delta Pratama, serta melakukan wawancara mendalam dengan sejumlah saksi kunci, termasuk pegawai pelabuhan, pengusaha logistik, dan pejabat pemerintah daerah yang terlibat dalam proses pemanduan dan penundaan kapal.
Hasil temuan awal menunjukkan adanya praktik suap yang sistematis, di mana pihak perusahaan diduga memberikan imbalan finansial kepada pejabat terkait untuk memperlambat proses bongkar muat, sehingga menciptakan peluang keuntungan tidak sah bagi perusahaan.
Seiring berjalannya proses hukum, Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau menyusun berkas pelimpahan tahap pertama yang memuat bukti-bukti kuat, termasuk rekaman audio, surat-surat perjanjian yang tidak sah, serta catatan transfer bank yang mengindikasikan aliran dana melanggar prosedur standar.
Pada tahap kedua, yang kini telah diterima oleh Kejaksaan Negeri Batam, berkas tersebut dilengkapi dengan keterangan saksi tambahan, hasil pemeriksaan forensik digital, serta laporan ahli keuangan yang menegaskan adanya penyimpangan signifikan dalam alokasi PNBP jasa pemanduan.
Setelah digiring ke mobil tahanan, Ahmad Jauhari bersama Lisa Yulia menjalani proses penahanan sementara di fasilitas Kejaksaan Negeri Batam, sambil menunggu penetapan keputusan hakim pada sidang selanjutnya. Selama penahanan, mereka diberikan kesempatan untuk mengajukan permohonan pembebasan dengan jaminan, namun permohonan tersebut masih dalam pertimbangan otoritas peradilan.
Di sisi lain, pihak kepolisian dan kejaksaan terus melakukan koordinasi intensif dengan otoritas pusat untuk memastikan bahwa semua langkah penegakan hukum berjalan sesuai dengan prosedur yang berlaku, serta menjaga transparansi proses bagi publik.
Kasus ini tidak hanya menyoroti pentingnya pengawasan ketat terhadap penerimaan negara bukan pajak, khususnya di sektor jasa pemanduan dan penundaan kapal, tetapi juga menegaskan komitmen pemerintah daerah Kepulauan Riau dalam memberantas korupsi yang merugikan negara.
Diharapkan, melalui proses peradilan yang adil dan terbuka, para tersangka akan mendapatkan sanksi yang setimpal, sekaligus memberikan efek jera bagi pelaku korupsi lainnya.
Dengan demikian, upaya pemberantasan korupsi di sektor maritim diharapkan dapat mencapai hasil yang signifikan, meningkatkan kepercayaan investor, serta memajukan perekonomian wilayah secara berkelanjutan.
(*/red)
















