Jakarta, ProLKN.id – Polda Metro Jaya berhasil menangkap seorang pemuda yang diduga sebagai pemilik akun X dengan nama samaran ‘Bjorka’ yang mengklaim telah meretas jutaan data nasabah bank swasta di Indonesia. Penangkapan dilakukan pada Selasa (23/09/2025) di Desa Totolan, Kakas Barat, setelah pihak kepolisian mengusut laporan dari sebuah bank mengenai adanya aktivitas akses ilegal terhadap sistem mereka.
Penangkapan ini dilakukan oleh tim dari Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditres Siber) Polda Metro Jaya. Pelaku yang diketahui berinisial WFT ini ditangkap setelah sempat memamerkan hasil peretasannya melalui akun X dengan nama @bjorkanesiaa.
WFT, yang berusia 22 tahun, diduga kuat terlibat dalam penjualan data ilegal di forum gelap (dark web) dengan menggunakan mata uang kripto sebagai alat transaksi. Klaim peretasan yang disebarkannya menyebutkan bahwa ia telah menguasai database sebanyak 4,9 juta akun nasabah dari sebuah bank swasta, bahkan ia sempat memposting bukti salah satu akun nasabah sebagai validasi aksinya.

Pelaku yang ditangkap polisi ini menggunakan identitas samaran ‘Bjorka’ dan sempat menjadi sorotan publik karena klaimnya yang sangat berani. Ia mengaku telah berhasil membobol database yang berisi data 4,9 juta nasabah dari bank swasta.
AKBP Herman Edco Wijaya Simbolon, Kasubdit IV Ditres Siber Polda Metro Jaya, menjelaskan bahwa pelaku bahkan memposting bukti dari salah satu akun nasabah tersebut sebagai bagian dari aksinya.
“Dia mengklaim sudah menguasai database 4,9 juta akun nasabah bank swasta, bahkan memposting bukti salah satu akun,” terang AKBP Herman Edco Wijaya Simbolon, pada awak media Kamis (2/10/2025).
Aktivitas WFT ini terungkap setelah adanya laporan resmi dari pihak bank yang merasa sistemnya diserang secara ilegal. Dengan menggunakan akun X @bjorkanesiaa, pelaku tidak hanya memamerkan hasil peretasan, tetapi juga mengirimkan pesan langsung ke akun resmi bank yang menjadi korban.
Meskipun demikian, perlu dicatat bahwa penangkapan ini terkait dengan klaim peretasan data nasabah bank, dan belum tentu terkait langsung dengan peretas dokumen negara yang juga menggunakan nama Bjorka.

Diksempatan yang sama Wakil Direktur Siber Polda Metro Jaya, AKBP Fian Yunustak mau memberikan kesimpulan lebih jauh, bahwa WFT juga terlibat berbagai kasus pembobol data pribadi yang selama ini terjadi di Indonesia.
Adapun, hacker Bjorka dikaitkan dengan dugaan bocornya 6,6 juta data Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) di mana sempat muncul data Jokowi sampai Sri Mulyani, kemudian dugaan membobol dan menjual 34 juta data paspor orang Indonesia, lalu mengklaim bank BCA telah diserang oleh kelompok ransomware, sampai peretasan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
“Jawabannya, saya bisa jawab mungkin. Apakah Bjorka 2020, mungkin, apakah Opposite6890 yang dicari-cari, mungkin,” kata Fian di Jakarta, Kamis (2/10/2025).
Menurut dia, di dalam dunia siber semua orang bisa jadi siapa saja. Karena itulah polisi masih membutuh waktu untuk memastikan lebih jauh sosok WFT.
Dalam aksinya, WFT diduga kuat tidak hanya meretas, tetapi juga menjual data sensitif yang berhasil ia dapatkan. Data tersebut tidak hanya berasal dari bank swasta yang menjadi korban utama laporannya, tetapi ia juga mengaku mengakses data dari berbagai institusi lain, termasuk sektor kesehatan dan perusahaan swasta, baik di dalam maupun luar negeri. Data ilegal ini kemudian ditawarkan di forum gelap atau dark forum.
Transaksi penjualan data ini dilakukan secara rahasia menggunakan mata uang kripto, yang memang sering digunakan dalam aktivitas ilegal karena sifatnya yang sulit dilacak.
Menurut keterangan pihak kepolisian, pengakuan WFT menyebutkan bahwa sekali transaksi bisa menghasilkan puluhan juta rupiah, tergantung pada jenis data yang dibeli oleh pihak yang berkepentingan. Hal ini menunjukkan adanya jaringan kriminalisasi data yang terorganisir.
“Pengakuannya, sekali transaksi bisa bernilai puluhan juta rupiah, tergantung pembeli. Semua transaksi dilakukan melalui cryptocurrency,” papar Fian.
Kepastikan, WFT sebagai otak di balik akun yang sempat buat heboh satu Indonesia, menurut Fian pihaknya masih memerlukan waktu. Apakah dia, atau justru hanya memiliki kesamaan nama.
“Karena di internet, everybody can be anybody, jadi itu masih dalam penyelidikan.Yang tadi saya sampaikan, setiap orang bisa jadi siapa saja di internet, kita perlu pendalaman lebih dalam lagi terkait dengan bukti-bukti yang kita temukan, terkait dengan, baik itu data-datanya, jejak digitalnya, sehingga itu bisa kita formulasikan,” ujar dia.
“Saya belum bisa menjawab 90%, tetapi kalau anda tanya sekarang saya bisa jawab, mungkin. Sekarang kita lihat jejak digitalnya. Dan itu membutuhkan waktu yang lama, karena kan datanya udah tertumpuk di bawah,” sambung dia.
WFT kini menghadapi jeratan UU ITE dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara. Sementara itu, industri perbankan terus meningkatkan pertahanan digital mereka dan meyakinkan nasabah mengenai keamanan data, seiring dengan upaya penegakan hukum yang konsisten terhadap pelaku kejahatan siber.
(Abd/Tim)