Batam, ProLKN.id – Kota Batam, sebagai salah satu pusat industri di Indonesia, menghadapi tantangan serius terkait ketenagakerjaan. Hingga tahun 2024, lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) masih mendominasi angka pengangguran di kota ini.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Batam menunjukkan bahwa terdapat 26.162 orang pengangguran dari kelompok ini, yang berarti lebih dari separuh total pengangguran di Batam berasal dari lulusan SMA.
Kepala BPS Batam, Eko Aprianto, menyoroti bahwa fenomena ini mencerminkan adanya ketidakseimbangan antara jumlah lulusan dan ketersediaan lapangan kerja. Lulusan SMA dinilai masih rentan terhadap pengangguran karena minimnya keterampilan teknis atau keahlian khusus yang dibutuhkan oleh industri.
“Selama lima tahun terakhir, lulusan SMA selalu berada di puncak angka pengangguran,” ujar Eko pada awak media dikutip dalam keterangannya, Rabu (06/08/2025).
Kondisi ini tidak hanya terjadi di Batam. Secara nasional, lulusan SMA dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) memang kerap mendominasi angka pengangguran. Survei BPS tahun 2024 bahkan mencatat bahwa mayoritas dari 7,2 juta pengangguran di Indonesia adalah lulusan SMK.
Pengamat ketenagakerjaan juga sependapat bahwa lulusan SMA dan SMK paling banyak menganggur. Data BPS juga menunjukkan bahwa pada 2025, lulusan SMK dan Sarjana (S1) diperkirakan memiliki tingkat pengangguran tertinggi.

Di sisi lain, angka pengangguran lulusan perguruan tinggi di Batam juga menunjukkan tren kenaikan yang signifikan. Pada tahun 2024, tercatat ada 7.125 orang pengangguran lulusan sarjana, meningkat tajam dari 3.412 pada tahun 2023 dan 2.754 orang pada tahun 2022.
“Kenaikan ini mencerminkan bahwa lulusan sarjana terus bertambah, namun penyerapannya belum optimal,” jelas Eko.
Secara nasional, lebih dari satu juta pengangguran tercatat sebagai lulusan sarjana, sebuah kondisi yang menjadi perhatian serius Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamendiktisaintek) Fauzan.
Beliau sedang menggodok strategi bersama Kementerian Investasi untuk mengatasi masalah pengangguran terdidik ini.
Meskipun demikian, secara keseluruhan, angka pengangguran di Batam mengalami penurunan. Dari 87.903 orang pada tahun 2020, jumlahnya menyusut menjadi 50.431 orang pada tahun 2024.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Batam pada 2024 berada di angka 7,68 persen, yang berarti dari setiap 100 orang angkatan kerja, terdapat sekitar 7-8 orang yang menganggur.
Namun, tantangan pengangguran di Batam tetap nyata, terutama jika dilihat dari sisi pendidikan dan jenis kelamin. Dari total pengangguran pada 2024, sebanyak 29.977 adalah laki-laki dan 20.454 perempuan.
Menariknya, TPT untuk perempuan tercatat lebih tinggi, yaitu 8,49 persen, dibandingkan laki-laki yang berada di angka 7,20 persen.
Jumlah pengangguran lulusan SMP ke bawah tercatat sebanyak 14.144 orang. Angka ini menunjukkan penurunan dari 20.757 orang pada tahun 2021, mengindikasikan adanya peluang kerja yang lebih terbuka di sektor informal atau padat karya.
Namun, jika dilihat dari tingkat pendidikan, TPT tertinggi justru terjadi pada kelompok pendidikan SD ke bawah, yakni sebesar 11,77 persen. Hal ini menegaskan bahwa pendidikan masih menjadi syarat krusial dalam seleksi dunia kerja di Batam.
Eko Aprianto menekankan bahwa Batam sebagai kota industri membutuhkan tenaga kerja yang memiliki keterampilan dan kompetensi, terutama di bidang teknis. Oleh karena itu, pendidikan vokasi dan pelatihan kerja menjadi sangat penting.
“Karena itu, pendidikan vokasi dan pelatihan kerja sangat penting,” tegasnya.
Selain pengangguran terbuka, BPS juga menyoroti angka setengah pengangguran, yaitu penduduk yang bekerja kurang dari 35 jam per minggu namun masih mencari atau bersedia menerima pekerjaan lain. Pada tahun 2024, jumlah setengah pengangguran di Batam mencapai 20.182 orang atau setara dengan 3,33 persen. Angka ini mengalami kenaikan 1,79 persen poin dibandingkan tahun 2023.
“Setengah pengangguran kerap luput dari perhatian. Padahal ini juga menggambarkan kualitas pekerjaan. Fenomena ini paling banyak terjadi pada mereka yang berpendidikan SD,” ungkapnya.
Menurut Eko, tantangan ketenagakerjaan di Batam ke depan tidak hanya soal kuantitas lapangan kerja, tetapi juga kualitasnya. Oleh karena itu, pemerintah daerah dan lembaga pendidikan perlu berkolaborasi untuk menyiapkan sumber daya manusia yang kompeten, adaptif, dan siap bersaing di pasar kerja.
Fenomena lulusan SMA dan SMK mendominasi pengangguran ini juga terlihat di daerah lain. Di Bantul, misalnya, 30 lulusan SMA diberangkatkan ke Batam untuk bekerja di perusahaan elektronik, yang oleh sebagian anggota dewan dianggap sebagai tanda minimnya lapangan pekerjaan di daerah asal. Di Batam sendiri, data BPS menunjukkan bahwa masyarakat lulusan SMP dan SMA banyak menganggur.
Pemerintah daerah dan lembaga pendidikan memiliki peran krusial dalam mengatasi masalah ini. Kolaborasi dalam pengembangan kurikulum yang selaras dengan kebutuhan industri, peningkatan kualitas pendidikan vokasi, serta penyediaan program pelatihan yang relevan akan menjadi kunci untuk mengurangi angka pengangguran, terutama di kalangan lulusan SMA dan SMK.
(Achan/Tim)