Batam, ProLKN.id – Dugaan masuknya limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) asal Amerika Serikat ke Batam sempat menghebohkan publik. Isu ini mencuat setelah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menghentikan sementara impor bahan baku elektronik pada akhir September 2025.
Langkah tersebut dilakukan sebagai respons atas kekhawatiran terkait potensi pencemaran lingkungan dari limbah elektronik yang masuk ke kawasan Free Trade Zone (FTZ) Batam.
Dodi Jufri, pemerhati lingkungan dan auditor manajemen ISO 9001, menekankan pentingnya membedakan antara limbah elektronik legal dan ilegal. Ia menjelaskan bahwa perusahaan berizin di Batam telah menerapkan sistem pengolahan yang memenuhi standar lingkungan.
Meski mengandung bahan berbahaya seperti timbal, merkuri, dan kadmium, proses daur ulang tetap aman.
Perusahaan tersebut dilengkapi mesin pemisah yang mampu mengisolasi komponen berbahaya dari material berharga. Seluruh proses dikendalikan secara ketat dan diaudit setiap tahun.

Selain itu, perusahaan yang telah memperoleh sertifikasi ISO 14001 menunjukkan komitmen terhadap sistem pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan.
Sertifikasi ini menjamin pengendalian terhadap pencemaran udara, air, dan tanah. Dodi menegaskan bahwa perusahaan yang lulus audit tahunan berarti telah memenuhi kriteria keamanan lingkungan.
“Kalau dikelola benar, limbah elektronik bukan ancaman, tapi aset,” ujarnya.
Pemerintah juga tidak memberikan izin secara sembarangan. Setiap perusahaan harus melalui proses verifikasi dan registrasi yang ketat.
Bahkan, sisa residu dari proses daur ulang tidak dibuang di Batam, melainkan dikirim ke daerah lain seperti Bogor untuk diproses lebih lanjut.
“Kegiatan ini juga menghasilkan logam bernilai tinggi seperti emas, platinum, dan perak yang dapat dimanfaatkan kembali. Selama pengelolaan dilakukan secara bertanggung jawab,” lanjut Dodi,
Limbah elektronik justru menjadi komoditas ekonomi sirkular yang strategis. Yang patut diwaspadai, justru limbah ilegal yang masuk tanpa izin dan dibuang sembarangan.
Konteks Industri Daur Ulang Limbah Elektronik di Batam
Batam telah lama menjadi pusat industri daur ulang limbah elektronik berbasis ekspor. Kawasan Free Trade Zone (FTZ) memungkinkan perusahaan mengimpor bahan baku elektronik bekas dari luar negeri, terutama dari negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Jepang. Bahan baku ini kemudian diolah untuk mengambil kembali logam-logam bernilai tinggi.
Perusahaan seperti PT Logam Internasional Jaya, PT Esun Internasional Utama Indonesia, dan PT Batam Battery Recycle Industry menjadi pelaku utama dalam industri ini.

Mereka mengklaim telah mengantongi izin resmi dari BP Batam, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Batam, dan KLHK. Proses pengolahan dilakukan secara bertahap, dimulai dari pemilahan manual hingga pemisahan kimia dan mekanik.
Komponen seperti telepon genggam, televisi, dan sirkuit elektronik diproses untuk mendapatkan logam mulia. Menurut data Bappenas, potensi ekonomi dari industri daur ulang e-waste bisa mencapai peningkatan PDB hingga Rp12,2 triliun pada 2030.
(*/red)