Jakarta, ProLKN.id – Indonesia saat ini berada di tengah momentum penting yang ditandai dengan bonus demografi, sementara Jepang tengah menghadapi tantangan krisis demografi.
Kondisi ini membuka peluang emas bagi Tenaga Kerja Indonesia (TKI), khususnya para transmigran muda, untuk meniti karier dan mendapatkan keahlian di Negeri Sakura.
Menteri Transmigrasi, Muhammad Iftitah Sulaiman Suryanagara, secara tegas menyatakan bahwa Jepang memiliki kebutuhan besar akan tenaga kerja dari Indonesia, mencapai angka 40.000 pekerja.

Kementerian Transmigrasi, di bawah kepemimpinan Iftitah, proaktif dalam menjembatani kesempatan ini, sejalan dengan visi untuk membuat transmigran Indonesia siap “Go Global”.
Meskipun permintaan Jepang sangat tinggi, Indonesia saat ini baru mampu memenuhi sekitar 25.000 posisi di berbagai sektor vital seperti pertanian, kelautan, konstruksi, dan perawatan.
“Masyarakat Jepang sangat nge-value (menilai) tenaga kerja di Indonesia karena keramah tamahannya, hospitality-nya,” kata Ifititah dikutip dari laman resmi Kementerian Transmigrasi, Kamis (2/10/2025).
Langkah konkret ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pengalaman kerja internasional.
Saat ini, sudah tercatat ratusan transmigran yang berhasil menjadi tenaga kerja di Jepang, sebuah pencapaian yang patut dibanggakan.
Para pekerja ini membawa pulang bukan hanya penghasilan yang signifikan—dengan kisaran gaji mencapai Rp 25 juta hingga Rp 55 juta per bulan—tetapi juga keahlian dan etos kerja yang sangat dihargai oleh pihak Jepang.

Menteri Iftitah menekankan bahwa keramahan dan hospitality masyarakat Indonesia menjadi nilai tambah yang membuat tenaga kerja kita dianggap nomor satu di antara bangsa lain yang bekerja di Jepang.
Peluang Masif: Kebutuhan 40.000 Pekerja dan Realisasi Pengiriman
Jepang secara terbuka membutuhkan empat puluh ribu tenaga kerja dari Indonesia untuk mengisi berbagai sektor yang kekurangan sumber daya manusia.
Kebutuhan ini merupakan respons langsung terhadap krisis demografi yang dialami oleh negara maju tersebut.
Bagi Indonesia, ini adalah kesempatan emas untuk mengurangi angka pengangguran dan meningkatkan devisa negara melalui remitansi pekerja.
Meskipun potensi pasar kerja sangat besar, realisasi pengiriman tenaga kerja Indonesia saat ini masih berada di angka 25.000 posisi.
Sektor-sektor yang menjadi fokus utama meliputi pertanian, kelautan, konstruksi, dan bidang perawatan.
Kementerian Transmigrasi terus berupaya memperluas jaringan dan memfasilitasi proses agar kuota yang dibutuhkan Jepang dapat terpenuhi secara optimal.
Fokus utama saat ini adalah memperluas program pengiriman ini, mengingat keberhasilan ratusan transmigran yang sudah bekerja di Jepang.
Kementerian Transmigrasi berencana untuk terus memperluas program pengiriman ini ke Jepang.
Hal ini juga sejalan dengan upaya yang dilakukan oleh berbagai pihak, termasuk Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi di tingkat daerah, yang turut mendukung proses seleksi dan pelatihan calon pekerja.
Salah satu aspek yang paling membanggakan dari program ini adalah pengakuan tinggi yang diberikan oleh masyarakat Jepang terhadap kualitas tenaga kerja Indonesia.
Menteri Iftitah menyoroti bahwa keramahan (hospitality) dan sifat mudah beradaptasi menjadi keunggulan kompetitif utama.
Hal ini membuat tenaga kerja Indonesia dinilai sangat tinggi, bahkan menempatkan mereka di posisi teratas dibandingkan pekerja dari negara lain yang juga bekerja di Jepang.
“Bahkan kita dianggap nomor satu di antara bangsa-bangsa yang lain sebagai tenaga kerja yang hadir di Jepang,” Papar Iftitah.
Pengakuan ini bukan sekadar pujian, melainkan landasan kuat bagi perluasan kerja sama di masa depan.
Ketika investor dan perusahaan Jepang melihat etos kerja yang baik disertai dengan sikap yang menyenangkan, minat untuk merekrut lebih banyak WNI akan semakin meningkat.
Kepercayaan yang telah dibangun oleh ratusan transmigran yang sudah bekerja menjadi modal sosial yang tak ternilai harganya.
(Abd/Tim)